Jumat, 19 Juni 2015

lapangan pendidikan islam

LAPANGAN PENDIDIKAN ISLAM A. Lembaga Pendidikan Dalam Islam lembaga pendidikan adalah suatu institusi di mana pendidikan itu berlangsung. lembaga tersebut akan mempengaruhi proses pendidikan yang berlangsung. dalam beberapa sumber bacaan kependidikan, jarang dijumpai pendapat para ahli tentang pengertian lembaga pendidikan islam. menurut abuddin nata (2005) dalam buku filsafat pendidikan islam mengungkapkan bahwa kajian lembaga pendidikan islam (tarbiyah islamiyah) biasanya terintegrasi secara implisit dengan pembahasan mengenai macam-macam lembaga pendidikan. namun demikian, dapat dipahami bahwa lembaga pendidikan islam adalah suatu lingkungan yang di dalamnya terdapat ciri-ciri ke-islaman yang memungkinkan terselenggaranya pendidikan islam dengan baik. sebagaimana yang telah disinggung di bagian pendahuluan, bahwa dalam al-qur’an tidak dikemukakan penjelasan tentang lembaga pendidikan islam tersebut, kecuali lembaga pendidikan yang terdapat dalam praktek sejarah yang digunakan sebagai tempat terselenggaranya pendidikan, seperti masjid, rumah, sanggar para sastrawan, madrasah, dan universitas. meskipun lembaga seperti itu tidak disinggung secara langsung dalam al-qur’an, akan tetapi al-qur’an juga menyinggung dan memberikan perhatian terhadap lembaga sebagai tempat sesuatu. seperti dalam menggambarkan tentang tempat tinggal manusia pada umumnya, dikenal istilah al-qaryah yang diulang dalam al-qur’an sebanyak 52 kali yang dihubungkan dengan tingkah laku penduduknya. sebagian ada yang dihubungkan dengan pendidiknya yang berbuat durhaka lalu mendapat siksa dari allah (q.s. an-nisa (4): 72; qs. al-a’raf (7):4; qs. al-isra’ (17) :16; qs. an-naml (27) :34) sebagian dihubungkan pula dengan penduduknya yang berbuat baik sehingga menimbulkan suasana yang aman dan damai (qs. an-nahl (16):112) dan sebagian lain dihubungkan dengan tempat tinggal para nabi (q.s. an-naml (27): 56; qs. al-a’raf (7):88; qs. al-an’am (6):92). semua ini menunjukkan bahwa lembaga (lingkungan) pendidikan berperan penting sebagai tempat kegiatan bagi manusia, termasuk kegiatan pendidikan islam. B. Macam-Macam Lembaga Pendidikan lembaga pendidikan sangat dibutuhkan dalam proses pendidikan, sebab lembaga pendidikan tersebut berfungsi menunjang terjadinya proses belajar mengajar secara aman, nyaman, tertib, dan berkelanjutan. dengan suasana seperti itu, maka proses pendidikan dapat diselenggarakan menuju tercapainya tujuan pendidikan yang diharapkan. pada periode awal, umat islam mengenal lembaga pendidikan berupa kutab yang mana di tempat ini diajarkan membaca dan menulis huruf al-qur’an lalu diajarkan pula ilmu al-qur’an dan ilmu-ilmu agama lainnya. begitu di awal dakwah rasulullah saw., ia menggunakan rumah arqam sebagai institusi pendidikan bagi sahabat awal (assabiqunal awwalun). dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendidikan islam mengenal adanya rumah, masjid, kutab, dan madrasah sebagai tempat berlangsungnya pendidikan, atau disebut juga sebagai lingkungan pendidikan. pada perkembangan selanjutnya, institusi/lembaga pendidikan ini disederhanakan menjadi tiga macam, yaitu: pertama, keluarga, disebut juga sebagai salah satu dari satuan pendidikan luar sekolah, sebagai lembaga pendidikan informal; kedua, sekolah sebagai lembaga pendidikan formal; dan ketiga, masyarakat sebagai lembaga pendidikan non formal. ketiga bentuk lembaga pendidikan tersebut akan berpengaruh terhadap perkembangan dan pembinaan kepribadian peserta didik. ketiga institusi/lembaga pendidikan tersebut akan dijelaskan sebagai berikut: a. Lembaga Atau Institusi Keluarga (In-Formal) dalam uu nomor 20 tahun 2003 tentang sisdiknas disebutkan bahwa keluarga merupakan bagian dari lembaga pendidikan informal. selain itu, kelurga juga disebut sebagai satuan pendidikan luar sekolah. pentingnya pembahasan tentang keluarga ini mengingat bahwa keluarga memiliki peranan penting dan paling pertama dalam mendidik setiap anak. bahkan ki hajar dewantara, seperti yang dikutip oleh abuddin nata (2005) dalam buku filsafat pendidikan islam menyatakan bahwa keluarga itu buat tiap-tiap orang adalah alam pendidikan yang permulaan. dalam hal ini, orang tua bertindak sebagai pendidik, dan si anak bertindak sebagai anak didik. oleh karena itu, keluarga harus menciptakan suasana yang edukatif sehingga anak didiknya tumbuh dan berkembang menjadi manusia sebagaimana yang menjadi tujuan ideal dalam pendidikan islam. agar keluarga mampu menjalankan fungsinya dalam mendidik anak secara islami, maka sebelum dibangun keluarga perlu dipersiapkan syarat-syarat pendukungnya. al-qur’an memberikan syarat yang bersifat psikologis, seperti saling mencintai, kedewasaan yang ditandai oleh batas usia tertentu dan kecukupan bekal ilmu dan pengalaman untuk memikul tanggung jawab yang di dalam al-qur’an disebut baligh. selain itu, kesamaan agama juga menjadi syarat terpenting. kemudian tidak dibolehkan menikah karena ada hal-hal yang menghalanginya dalam ajaran islam, yaitu syirik atau menyekutukan allah dan dilarang pula terjadinya pernikahan antara seorang pria suci dengan perempuan pezina. selanjutnya, juga persyaratan kesetaraan (kafa’ah) dalam perkawinan baik dari segi latar belakang agama, sosial, pendidikan dan sebagainya. dengan memperhatikan persyaratan tersebut, maka diharapkan akan tercipta keluarga yang mampu menjalankan tugasnya, salah satu di antaranya adalah mendidik anak-anaknya agar menjadi generasi yang tidak lemah dan terhindar dari api neraka. allah swt. berfirman dalam qs. al-tahrim (66) ayat 6, yaitu: hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai allah terhadap apa yang diperintahkan-nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. karena besarnya peran keluarga dalam pendidikan, sidi gazalba, seperti yang dikutip ramayulis (2002) dalam buku ilmu pendidikan islam mengkategorikannya sebagai lembaga pendidikan primer, utamanya untuk masa bayi dan masa kanak-kanak sampai usia sekolah. dalam lembaga ini, sebagai pendidik adalah orang tua, kerabat, famili, dan sebagainya. orang tua selain sebagai pendidik, juga sebagai penanggung jawab. oleh karena itu, orang tua dituntut menjadi teladan bagi anak-anaknya, baik berkenaan dengan ibadah, akhlak, dan sebagainya. dengan begitu, kepribadian anak yang islami akan terbentuk sejak dini sehingga menjadi modal awal dan menentukan dalam proses pendidikan selanjutnya yang akan ia jalani. untuk memenuhi harapan tersebut, al-qur’an juga menuntun keluarga agar menjadi lembaga informal yang menyenangkan dan membahagiakan, terutama bagi anggota keluarga itu sendiri. al-qur’an memperkenalkan konsep kelurga sakinah, mawaddah, wa rahmah sesuai dengan firman allah swt pada q.s. ar-rum (30):21, yaitu: dan di antara tanda-tanda kekuasaan-nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-nya diantaramu rasa kasih dan sayang. sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. menurut salman harun (1999) dalam buku mutiara al-qur’an; aktualisasi pesan al-qur’an dalam kehidupan menyatakan bahwa, kata sakinah dalam ayat di atas diungkapkan dalam rumusan li taskunu (agar kalian memperoleh sakinah) yang mengandung dua makna, yaitu kembali dan diam. kata itu terdapat empat kali dalam al-qur’an, tiga di antaranya membicakan malam. pada umumnya, malam merupakan tempat kembalinya suami ke rumah untuk menemukan ketenangan bersama isterinya. saat itu, akan tercipta ketenangan sehingga isteri sebagai tempat memperoleh penyejuk jiwa dan raga. sementara mawaddah adalah cinta untuk memiliki dengan segenap kelebihan dan kekuarangannya sehingga di antara suami isteri saling melengkapi. sedangkan rahmah berarti rasa cinta yang membuahkan pengabdian. kata ini memiliki konotasi suci dan membuahkan bukti, yaitu pengabdian antara suami isteri yang tidak kunjung habis. ketiga istilah inilah yang menjadi ikon keluarga bahagia dalam islam, yaitu adanya hubungan yang menyejukkan (sakinah), saling mengisi (mawaddah), dan saling mengabdi (rahmah) antara suami dan isteri. dengan demikian, keluarga harus menciptakan suasana edukatif terhadap anggota keluarganya sehingga tarbiyah islamiyah dapat terlaksana dan menghasilkan tujuan pendidikan sebagaimana yang diharapkan. b. Lembaga Atau Institusi Sekolah (Formal) sekolah atau dalam islam sering disebut madrasah, merupakan lembaga pendidikan formal, juga menentukan membentuk kepribadian anak didik yang islami. bahkan sekolah bisa disebut sebagai lembaga pendidikan kedua yang berperan dalam mendidik peserta didik. hal ini cukup beralasan, mengingat bahwa sekolah merupakan tempat khusus dalam menuntut berbagai ilmu pengetahuan. abu ahmadi dan nur uhbiyati (1991) dalam buku ilmu pendidikan islam menyebutkan bahwa disebut sekolah, jika dalam pendidikan tersebut diadakan di tempat tertentu, teratur, sistematis, mempunyai perpanjangan dan dalam kurun waktu tertentu, berlangsung mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi, dan dilaksanakan berdasarkan aturan resmi yang telah ditetapkan. secara historis keberadaan sekolah merupakan perkembangan lebih lanjut dari keberadaan masjid. sebab, proses pendidikan yang berlangsung di masjid pada periode awal terdapat pendidik, peserta didik, materi dan metode pembelajaran yang diterapkan sesuai dengan materi dan kondisi peserta didik. hanya saja, dalam mengajarkan suatu materi, terkadang dibutuhkan tanya jawab, pertukaran pikiran, hingga dalam bentuk perdebatan sehingga metode seperti ini kurang serasi dengan ketenangan dan rasa keagungan yang harus ada pada sebagian pengunjung-pengunjung masjid. abuddin nata (2005) dalam buku filsafat pendidikan islam menjelaskan bahwa di dalam al-qur’an tidak ada satu pun kata yang secara langsung menunjukkan pada arti sekolah (madrasah). akan tetapi sebagai akar dari kata madrasah, yaitu darasa di dalam al-qur’an dijumpai sebanyak 6 kali. kata-kata darasa tersebut mengandung pengertian yang bermacam-macam, di antaranya berarti mempelajari sesuatu (qs. al-an’am (6): 105); mempelajari taurat (qs. al-a’raf (7): 169); perintah agar mereka (ahli kitab) menyembah allah lantaran mereka telah membaca al-kitab (qs. ali imran (3): 79); pertanyaan kepada kaum yahudi apakah mereka memiliki kitab yang dapat dipelajari (qs. al-qalam (68): 37); informasi bahwa allah tidak pernah memberikan kepada mereka suatu kitab yang mereka pelajari (baca) (qs. saba’ (34): 44); dan berisi informasi bahwa al-quran ditujukan sebagai bacaan untuk semua orang (qs. al-an’am (6): 165). dari keterangan tersebut jelaslah bahwa kata-kata darasa yang merupakan akar kata dari madrasah terdapat dalam al-qur’an. hal ini membuktikan bahwa keberadaan madrasah (sekolah) sebagai tempat belajar atau lingkungan pendidikan sejalan dengan semangat al-qur’an yang senantiasa menunjukkan kepada umat manusia agar mempelajari sesuatu. di indonesia, lembaga pendidikan yang selalu diidentikkan dengan lembaga pendidikan islam adalah pesantren, madrasah dalam bentuk madrasah ibtidaiyah (mi), madrasah tsanawiyah (mts), dan madrasah aliyah (ma), dan sekolah milik organisasi islam dalam setiap jenis dan jenjang yang ada, termasuk perguruan tinggi uin/iain. semua lembaga ini akan menjalankan proses pendidikan yang berdasarkan kepada konsep-konsep yang telah dibangun dalam sistem pendidikan islam. lembaga pendidikan merupakan komponen pendidikan yang menjadi tempat atau lingkungan pendidikan, yang menurut ahmad tafsir (2006) bahwa secara konseptual lembaga pendidikan (sekolah) dibentuk untuk melakukan proses pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan. tiga tujuan setidaknya ingin dicapai melalui sekolah yakni moralitas (akhlak), civic (cinta tanah air), dan berpengatahuan. lebih lanjut, ahmad tafsir mengungkapkan bahwa untuk pendidikan untuk masa depan dan kecenderungan abad ke-21 ialah terjadinya globalisasi dan pasar bebas menuntut tambahan kemampuan lulusan sebuah lembaga pendidikan. dunia yang tanpa batas (borderless word), pasar bebas (wto-word trade organization) telah diciptakan, dan tatanan dunia baru telah lahir. namun demikian, dunia pendidikan indonesia masih menghadapi tiga masalah besar, yaitu; sistem yang terlalu kaku, budaya korup (peringkat 2 dunia), dan belum berorientasi pada pemberdayaan dan mengantisipasi abad 21. model sekolah abad 21 haruslah menekankan pada kompetensi, pendidikan agama sebagai landasan terbentuknya karakter dan kepribadian; bahasa inggris aktif; pendidikan sains; dan pendidikan keterampilan. c. Lembaga Atau Institusi Masyarakat (Non-Formal) masyarakat sebagai lembaga pendidikan non formal, juga menjadi bagian penting dalam proses pendidikan, tetapi tidak mengikuti peraturan-peraturan yang tetap dan ketat. masyarakat yang terdiri dari sekelompok atau beberapa individu yang beragam akan mempengaruhi pendidikan peserta didik yang tinggal di sekitarnya. oleh karena itu, dalam pendidikan islam, masyarakat memiliki tanggung jawab dalam mendidik generasi muda tersebut. menurut abdurrahman an-nahlawi (1995) dalam buku pendidikan islam di rumah, sekolah, dan masyarakat, mengungkapkan bahwa tanggung jawab masyarakat terhadap pendidikan tersebut hendaknya melakukan beberapa hal, yaitu: pertama, menyadari bahwa allah menjadikan masyarakat sebagai penyuruh kebaikan dan pelarang kemungkaran/amar ma’ruf nahi munkar (qs. ali imran (3):104); kedua, dalam masyarakat islam seluruh anak-anak dianggap anak sendiri atau anak saudaranya sehingga di antara saling perhatian dalam mendidik anak-anak yang ada di lingkungan mereka sebagaimana mereka mendidik anak sendiri; ketiga, jika ada orang yang berbuat jahat, maka masyarakat turut menghadapinya dengan menegakkan hukum yang berlaku, termasuk adanya ancaman, hukuman, dan kekerasan lain dengan cara yang terdidik; keempat, masyarakat pun dapat melakukan pembinaan melalui pengisolasian, pemboikotan, atau pemutusan hubungan kemasyarakatan sebagaimana yang pernah dicontohkan oleh nabi; dan kelima, pendidikan kemasyarakatan dapat dilakukan melalui kerja sama yang utuh karena masyarakat muslim adalah masyarakat yang padu. hasan bin ali hasan al-hijazy (2001) dalam buku manhaj tarbiyah ibnu qayyim, dikemukakan bahwa ibn qayyim mengungkapkan istilah tarbiyah ijtimaiyah atau pendidikan kemasyarakatan. menurutnya tarbiyah ijtimaiyah yang membangun adalah yang mampu menghasilkan individu masyarakat yang saling mencintai sebagian dengan sebagian yang lainnya, dan saling mendoakan walaupun mereka berjauhan. antara anggota masyarakat harus menjalin persaudaraan. dalam hal ini, ia mengingatkan dengan perkataan hikmah, yaitu: “orang yang cerdik ialah yang setiap harinya mendapatkan teman dan orang yang dungu ialah yang setiap harinya kehilangan teman”. dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat sebagai lembaga/ institusi pendidikan nonformal yang lebih luas turut berperan dalam terselenggaranya proses pendidikan. setiap individu sebagai anggota dari masyarakat tersebut harus bertanggung jawab dalam menciptakan suasana yang nyaman dan mendukung. oleh karena itu, dalam pendidikan anak pun, umat islam dituntut untuk memilih lingkungan yang mendukung pendidikan anak dan menghindari masyarakat yang buruk. sebab, ketika anak atau peserta didik berada di lingkungan masyarakat yang kurang baik, maka perkembangan kepribadian anak tersebut akan bermasalah. dalam kaitannya dengan lembaga informal seperti keluarga, orang tua harus memilih lembaga nonformal yakni masyarakat yang sehat dan cocok sebagai tempat tinggal orang tua beserta anaknya. begitu pula sekolah atau madrasah sebagai lembaga pendidikan formal, juga perlu memilih lingkungan yang mendukung dari masyarakat setempat dan memungkinkan terselenggaranya pendidikan tersebut. berpijak dari tanggung jawab tersebut, maka dalam masyarakat yang baik bisa melahirkan berbagai bentuk pendidikan kemasyarakatan, seperti masjid, surau, taman pendidikan al-qur’an (tpa), wirid remaja, kursus-kursus keislaman, pembinaan rohani, dan sebagainya. hal ini menunjukkan bahwa masyarakat telah memberikan kontribusi dalam pendidikan yang ada di sekitarnya. mengingat pentingnya peran masyarakat sebagai lembaga pendidikan nonformal, maka setiap individu sebagai anggota masyarakat harus menciptakan suasana yang nyaman demi keberlangsungan proses pendidikan yang terjadi di dalamnya. di indonesia sendiri dikenal adanya konsep pendidikan berbasis masyarakat (community based education) sebagai upaya untuk memberdayakan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan. meskipun konsep ini lebih sering dikaitkan dengan penyelenggaraan lembaga pendidikan formal (sekolah), akan tetapi dengan konsep ini menunjukkan bahwa kepedulian masyarakat sangat dibutuhkan serta keberadaannya sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan pendidikan di suatu lembaga pendidikan formal. C. Rekomendasi Bagi Lembaga Pendidikan Islam untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas, maka ketiga lembaga pendidikan, yakni lembaga informal, informal dan nonformal di atas, perlu bekerja sama secara harmonis. orang tua di tingkat keluarga harus memperhatikan pendidikan anak-anaknya, terutama dalam aspek keteladanan dan pembiasaan serta penanaman nilai-nilai. orang tua juga harus menyadari tanggung jawabnya dalam mendidik anak-anaknya tidak sebatas taat beribadah kepada allah semata, seperti shalat, puasa, dan ibadah-ibadah khusus lainnya, akan tetapi orang tua juga memperhatikan pendidikan bagi anaknya sesuai dengan tujuan pendidikan yang ada dalam islam. termasuk di antaranya mempersiapkan anaknya memiliki kemampuan/keahlian sehingga ia dapat menjalankan hidupnya sebagai hamba allah sekaligus sebagai khalifah fil ardhi serta menemukan kebahagiaan yang hakiki, dunia akhirat. selain itu, orang tua juga dituntut untuk mempersiapkan anaknya sebagai anggota masyarakat yang baik, sebab, masyarakat yang baik berasal dari individu-individu yang baik sebagai anggota dari suatu komunitas masyarakat itu sendiri. mengenai hal ini, allah swt. juga telah menegaskan dalam qs. ar-ra’du (13):11, yaitu: sesungguhnya allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. menyadari besarnya tanggung jawab orang tua dalam pendidikan anak, maka orang tua juga seyogyanya bekerja sama dengan lembaga formal, seperti sekolah atau madrasah sebagai lingkungan pendidikan formal untuk membantu pendidikan anak tersebut. dalam hubungannya dengan sekolah, orang tua mesti berkoordinasi dengan baik dengan sekolah tersebut, bukan malah menyerahkan begitu saja kepada sekolah. sebaliknya, pihak sekolah juga menyadari bahwa peserta didik yang ia didik merupakan amanah dari orang tua mereka sehingga bantuan dan keterlibatan orang tua sangat dibutuhkan. kemudian sekolah juga harus mampu memberdayakan masyarakat seoptimal mungkin, dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan yang diterapkan. begitu pula masyarakat pada umumnya, harus menyadari pentingnya penyelenggaraan pendidikan yang dimulai dari tingkat keluarga hingga kepada sekolah serta lembaga-lembaga pendidikan nonformal lainnya dalam upaya pencerdasan umat. sebab antara pendidikan dengan peradaban yang dihasilkan suatu masyarakat memiliki korelasi positif, semakin berpendididikan suatu masyarakat maka semakin tinggi pula peradaban yang ia hasilkan; demikian sebaliknya. jadi, dibutuhkan pendidikan terpadu antara ketiga lembaga pendidikan tersebut. dengan keterpaduan ketiganya diharapkan pendidikan yang dilaksanakan mampu mewujudkan tujuan yang diinginkan. pendidikan terpadu seperti inilah yang diinginkan dalam perspektif pendidikan islam. bahkan prinsip integral (terpadu) menjadi salah satu prinsip dalam sistem pendidikan islam. prinsip ini tentu tidak hanya keterpaduan antara dunia dan akhirat, individu dan masyarakat, atau jasmani dan rohani; akan tetapi keterpaduan antara lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat juga termasuk di dalamnya. D. Pengertian Kurikulum Dalam Pendidikan Islam M. Arifin memandang kurikulum sebagai seluruh bahan pelajaran yang harus disajikan dalam proses kependidikan dalam suatu sistem institusional pendidikan. S. Nasution menyatakan, ada beberapa penafsiran lain tentang kurikulum. Diantaranya: Pertama, kurikulum sebagai produk (hasil pengembangan kurikulum), Kedua, kurikulum sebagai hal-hal yang diharapkan akan dipelajari oleh siswa (sikap, keterampilan tertentu), dan Ketiga, kurikulum dipandang sebagai pengalaman siswa. Pengertian kurikulum dalam pandangan modern merupakan program pendidikan yang disediakan oleh sekolah yang tidak hanya sebatas bidang studi dan kegiatan belajarnya saja, akan tetapi meliputi segala sesuatu yang dapat mempengaruhi perkembangan dan pembentukan pribadi siswa sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan sehingga dapat meningkatkan mutu kehidupannya yang pelaksanaannya tidak hanya di sekolah tetapi juga di luar sekolah. Kurikulum dalam pendidikan Islam, dikenal dengan kata manhaj yang berarti jalan yang terang yang dilalui oleh pendidik bersama anak didiknya untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mereka. Selain itu, kurikulum juga dapat dipandang sebagai suatu program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai pendidikan. Jika diaplikasikan dalam kurikulum pendidikan Islam, maka kurikulum berfungsi sebagai pedoman yang digunakan oleh pendidik untuk membimbing peserta didiknya ke arah tujuan tertinggi pendidikan Islam, melalui akumulasi sejumlah pengetahuan, keterampilan dan sikap. Dalam hal ini proses pendidikan Islam bukanlah suatu proses yang dapat dilakukan secara serampangan, tetapi hendaknya mengacu kepada konseptualisasi manusia paripurna (insan kamil) yang strateginya telah tersusun secara sistematis dalam kurikulum pendidikan Islam. No 20 Tahun 2003: SNP Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan UU mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan Sisdiknas kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. TUJUAN ISI BAHAN PELAJARAN KEGIATAN PEMBELAJARAN Pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran. E. Tujuan Kurikulum PAI Tujuan adalah sesuatu yang penting untuk dicapai oleh setiap manusia. Menurut Muhammad Munir, seperti yang dikutip Abdul Majid dan Dian Andayani (2004:74), menjelaskan bahwa tujuan pendidikan agama Islam yaitu: 1) Tercapainya manusia seutuhnya, karena Islam itu adalah agama yang sempurna sesuai dengan firman-Nya. "Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu menjadi agama bagimu (QS. 5:3). Di antara tanda predikat manusia seutuhnya adalah berakhlak mulia. Islam datang untuk mengantarkan manusia seutuhnya sesuai dengan sabda Rasululllah Saw bahwa: "sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia". 2) Tercapainya kebahagiaan dunia akhirat, merupakan tujuan yang seimbang. Landasannya adalah "Di antara mereka ada yang berkata, Ya tuhan kami berikanlah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari api neraka". Untuk mencapai tujuan ini sangat dibutuhkan tidak saja ilmu agama yang sebatas ritual (spritual) semata-mata, melainkan juga perlu ilmu umum yang berkaitan dengan kehidupan dunia. Menumbuhkan kesadaran manusia mengabdi, dan patuh terhadap perintah dan menjauhi larangan-Nya. Seperti pesan dalam sebuah ayat Allah : "Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk mengabdi ke pada-Ku". Tujuan pendidikan Islam diproyeksikan agar hidup manusia menjadi dekat dengan sang khaliq, karena itu ia harus mengabdi setiap saat kapan di manapun. F. Prinsip Dasar Penyusunan Kurikulum Pendidikan Islam Tentang prinsip-prinsip umum yang menjadi dasar penyusunan kurikulum pendidikan Islam, diantaranya: a) Prinsip relevansi adalah adanya kesesuaian pendidikan dengan lingkungan hidup murid, relevansi dengan kehidupan masa sekarang dan akan datang, dan relevansi dengan tuntutan pekerjaan. b) Prinsip efektifitas adalah agar kurikulum dapat menunjang efektifitas guru yang mengajar dan peserta didik yang belajar. c) Prinsip efisiensi adalah agar kurikulum dapat mendayagunakan waktu, tenaga, dana, dan sumber lain secara cermat, tepat, memadai dan dapat memenuhi harapan. d) Prinsip kesinambungan adalah saling hubungan dan jalin menjalin antara berbagai tingkat dan jenis program pendidikan. e) Prinsip fleksibilitas artinya ada semacam ruang gerak yang memberikan sedikit kebebasan di dalam bertindak yang meliputi fleksibilitas dalam memilih program pendidikan, mengembangkan program pengajaran, serta tahap-tahap pengembangan kurikulum. f) Prinsip integritas antara mata pelajaran, pengalaman-pengalaman, dan aktivitas yang terkandung di dalam kurikulum, begitu pula dengan pertautan antara kandungan kurikulum dengan kebutuhan murid dan masyarakat. Menurut Al-Taumi Dalam buku ilmu pendidikan islam karangan Dra.Hj.Nur Uhbiyati bahwasannya prinsip-prinsip kurikulum pendidikan islam harus diajadikan pegangan pada waktu menyusun kurikulum, prinsip-prinsip itu terdiri dari: a) Prinsip pertama adalah prinsip yang berkaitan dengan agama , termasuk ajaran dan nilainya, artinya segala sesuatu yang berkaitan dengan kurikulum, termasuk falsafah, tujuan,metode mengajar dan lain sebaginya harus berdasarkan pada agama dan akhlak islam. b) Prinsip yang kedua adalah prinsip yang bersifat menyeluruh,( universal ) pada tujuan dan kandungan kurikulum. c) Prinsip ke tiga adalah keseimbangan yang relative antara tujuan dan kandungan kurikulum. d) Prinsip yang keempat adalah berkaitan dengan bakat,minat,kemampuan,dan kebutuhan pelajar, begitu juga dengan lingkungan sekitar fisik dan social damana pelajar hidup dan berinteraksi untuk memperoleh pengetahuan,kemahiran pengalaman dan sikapnya. e) Prinsip kelima adalah pemeliharaaan perbedaan individual di antara pelajar dalam bakat, minat, kemampuan, kebutuhan dan masalahnya, dan juga memelihara perbedaan dan kelainan di antara alam sekitar dan masyarakat. f) Prinsip keenam adalah prinsip perkembangan dan perubahan Islam yang menjadi sumber pengambilan falsafah, prinsip, dasar kurikulum, metode mengajar pendidikan Islam mencela keras sifat meniru (taklid) secara membabi buta dan membeku pada yang kuno yang diwarisi dan mengikuti tanpa selidik. g) Prinsip ketujuh adalah prinsip peraturan antara mata pelajaran, pengalaman dan kativita yang terkandung dalam kurikulum. Selanjutnya menurut Prof. H. M. Arifin, MEd., bahwa prinsip-prinsip yang harus diperhatikan pada waktu menyusun kurikulum mencakup 4 macam, yaitu: 1. Kurikulum pendidikan yang sejalan dengan identitas Islam. 2. Berfungsi sebagai alat yang efektif mencapai tujuan tersebut. 3. Kurikulum yang bercirikan Islam. 4. Antara kurikulum, metode dan tujuan pendidikan Islam harus saling berkaitan dan saling menjiwai dalam proses mencapai produk yang bercita-citakan menurut ajaran Islam. Sedangkan menurut Dr. Asma Hasan Fahmi menyatakan bahwa prinsip-prinsip yang dijadikan pegangan dalam menentukan kurikulum ada 6 macam, yaitu: 1. Nilai materi atau mata pelajaran, karena pengaruhnya dalam mencapai kesempurnaan jiwa dengan cara mengenal Tuhan Yang Maha Esa. 2. Nilai mata pelajaran karena mengandung nasihat untuk mengikuti jalan hidup yang baik dan utama. 3. Nilai mata pelajaran, karena pengaruhnya yang berupa latihan, atau nilainya dalam memperoleh kebiasaan yang tertentu dari akal yang dapat berpindah ke lapangan-lapangan yang lain bukan lapangan mata pelajaran yang melatih akal itu pada kali pertama. 4. Nilai mata pelajaran, yang berfungsi pembudayaan dan kesenangan otak (intellect). 5. Nilai pelajaran, karena diperlukan untuk mempersiapkan seseorang guna memperoleh pekerjaan atau penghidupan. 6. Nilai mata pelajaran, karena ia merupakan alat atau media untuk mempelajari ilmu yang lebih berguna. Identik dengan pendapat tersebut di atas yaitu sebagaimana dikemukakan oleh M. Athiyah Al-Abrasyi yang mengatakan: 1. Pengaruh mata pelajaran dalam pendidikan jiwa serta kesempurnaan jiwa. 2. Pengaruh suatu pelajaran dalam bidang petunjuk dan tuntunan. 3. Mata pelajaran yang dipelajari oleh orang-orang Islam karena mata pelajaran tersebut mengandung kelezatan ilmiah dan kelezatan ideologi. 4. Orang muslim mempelajari ilmu pengetahuan karena ilmu iu dianggap yang terlezat bagi manusia. 5. Pendidikan kejuruan, teknik dan industrialisasi buat mencari penghidupan. 6. Mempelajari beberapa mata pelajaran adalah alat dan pembuka jalan untuk mempelajari ilmu-ilmu lain. Kurikulum pendidikan Islam merupakan salah satu komponen yang amat penting dalam proses pendidikan Islam. Ia juga menjadi salah satu bagian dari bahan masukan yang mengandung fungsi sebagai alat pencapai tujuan (input instrumental) pendidikan Islam. Imam Al-Ghazali menyatakan ilmu-ilmu pengetahuan yang harus dijadikan bahan kurikulum lembaga pendidikan yaitu: a) Ilmu-ilmu yang fardu’ain yang wajib dipelajari oleh semua orang Islam meliputi ilmu-ilmu agama yakni ilmu yang bersumber dari dalam kitab suci Al Qur’an. b) Ilmu-ilmu yang merupakan fardu kifayah, terdiri dari ilmu-ilmu yang dapat dimanfaatkan untuk memudahkan urusan hidup duniawi, seperti ilmu hitung, ilmu kedokteran, ilmu pertanian dan industri. Dari kedua kategori ilmu-ilmu tersebut, Al-Ghazali merinci lagi menjadi 4, yaitu: a) Ilmu-ilmu Al Qur’an dan ilmu agama seperti Fiqih, Hadis dan Tafsir. b) Ilmu bahasa, seperti nahwu saraf, makhraj, dan lafal-lafalnya yang membantu ilmu agama. c) Ilmu-ilmu yang fardu kifayah, terdiri dari berbagai ilmu yang memudahkan urusan kehidupan duniawi. d) Ilmu kebudayaan, seperti syair, sejarah, dan beberapa cabang filsafat. H. Kerangka Dasar Kurikulum PP 32 Tahun 2013 tentang Perubahan atas PP Nomor 19 Tahun 2005 Tentang SNP Pasal 1 Butir 17 (Pengertian Kerangka Dasar) Kerangka Dasar Kurikulum adalah tatanan konseptual Kurikulum yang dikembangkan berdasarkan Standar Nasional Pendidikan. Pasal 77 A (Isi dan Fungsi dan Kerangka Dasar) 1. Kerangka Dasar Kurikulum berisi landasan filosofis, sosiologis, psikopedagogis, dan yuridis sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan. 2. Kerangka Dasar Kurikulum digunakan sebagai: a. acuan dalam Pengembangan Struktur Kurikulum pada tingkat nasional; b. acuan dalam Pengembangan muatan lokal pada tingkat daerah; c. pedoman dalam Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003: SNP Pasal 38 : 1) Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh Pemerintah. 2) Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor departemen agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah. 3) Kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk setiap program studi. 4) Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk setiap program studi. UU No. 20 Th. 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 38 (KTSP) (1) Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan Pemerintah. (2) Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor departemen agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah. Penjelasan Bagian Umum (KBK) Strategi pembangunan pendidikan nasional dalam undang- undang ini meliputi: pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi. Penjelasan Pasal 35 (Lingkup Kompetensi) Kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati. I. KESIMPULAN Ilmu pendidikan islam adalah ilmu normative,karena ilmu ini berdasarkan diri dan pemilihan norma norma yang baik dari norma norma yang tidak baik,norma tersebut diambilkan dari sumber agama yaitu AL_QUR’AN dan sunah rasul. Dalam pendidikan terdapat institute berarti lembaga pendidikan yang lazim kita kenal,antara lain : 1.informal (pendidikan luar sekolah yang tidak dilembagakan) seperti keluarga, tetangga, pasar, atau dalam pergaulan sehari hari. 2.non formal (pendidikan luar sekolah) yang dilembagakan bersifat fungsional dan praktis serta pendekatan lebih fleksibel, seperti instansi-instansi pemerintah, kursus-kursus. 3.formal (sekolah/madrasah) pendidikan di sekolah yang teratur, sistematis, pendidikan formal yang tertera pada ketentuan umum pasal 1 ayat 11. Dalam kurikulum pendidikan islam merupakan salah satu komponen yang sangat menentukan dalam suatu system pendidikan.kurikulum dalam arti sejumlah mata pelajaran atau sejumlah pengetahuan yang harus dikuasai,baik di sekolah maupun di perguruan tinggi. DAFTAR PUSTAKA A-Syaibany, Omar Mohammad Al-Toumy, Falsafah Pendidikan Islam, Terj.Hassan Langgulung, Jakarta: Bulan Bintang, 1984 Daradjat, Zakiyah, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1996, Cet.ke-3 Arifin, HM, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1991 Nasution, S., Asas-asas Kurikulum, Jakarta: Bumi Aksara,1994, Cet.I Ramayulis, H., Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2006, Cet. Ke-5

1 Komentar:

Pada 18 Maret 2016 pukul 03.51 , Blogger Unknown mengatakan...

woww.... pengetahuan baru

 

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda