adab menuntut ilmu
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Ilmu pengetahuan adalah sebaik-baik sesuatu
yang disukai, sepenting-penting sesuatu yang dicari dan merupakan sesuatu yang
paling bermanfaat, dari pada selainnya. Kemuliaan akan didapat bagi pemiliknya
dan keutamaan akan diperoleh oleh orang yang memburunya. Allah SWT berfirman:
3
ö@è%
ö@yd
ÈqtGó¡o
tûïÏ%©!$#
tbqçHs>ôèt
tûïÏ%©!$#ur
w
tbqßJn=ôèt
3
$yJ¯RÎ)
ã©.xtGt
(#qä9'ré&
É=»t7ø9F{$#
Artinya: “Katakanlah (Wahai Muhammad!):
‘Adakah sama orang-orang yang berilmu dengan orang-orang yang tidak berilmu?’”. (Q.S.
Az-Zumar: 9)
Dengan ayat ini Allah SWT, tidak mau menyamakan
orang yang berilmu dan orang yang tidak berilmu, disebabkan oleh manfaat dan
keutamaan ilmu itu sendiri dan manfaat dan keutamaan yang akan didapat oleh
orang yang berilmu.[1]
Dalam kehidupan dunia, ilmu pengetahuan
mempunyai perang yang sangat penting. Perkembangan dan kemajuan ilmu
pengetahuan memberikan kemudahan bagi kehidupan baik dalam kehidupan individu
maupun kehidupan bermasyarakat. Menurut al-Ghazali dengan ilmu pengetahuan akan
diperoleh segala bentuk kekayaan, kemuliaan, kewibawaan, pengaruh, jabatan, dan
kekuasaan. Apa yang dapat diperoleh seseorang sebagai buah dari ilmu
pengetahuan, bukan hanya diperoleh dari hubungannya dengan sesama manusia, para
binatangpun merasakan bagaimana kemuliaan manusia, karena ilmu yang ia miliki.[2]
Dari sini, dengan jelas dapat disimpulkan bahwa kemajuan peradaban sebuah
bangsa tergantung kemajuan ilmu pengetahuan yang melingkupi.
Dalam kehidupan beragama, ilmu pengetahuan
adalah sesutu yang wajib dimiliki, karena tidak akan mungkin seseorang mampu
melakukan ibadah yang merupakan tujuan diciptakannya manusia oleh Allah, tanpa
didasari ilmu. Minimal, ilmu pengetahuan yang akan memberikan kemampuan kepada
dirinya, untuk berusaha agar ibadah yang dilakukan tetap berada dalam
aturan-aturan yang telah ditentukan. Dalam agama, ilmu pengetahuan, adalah
kunci menuju keselamatan dan kebahagiaan akhirat selama-lamanya.[3]
Uraian di atas hanyalah uraian singkin betapa
pentingnya ilmu pengetahuan bagi manusia, baik untuk kehidupan dirinya pribadi,
maupun dalam hubungan dirinya dengan benda-benda di sekitarnya. Baik bagi
kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat. Ada banyak hadits, firman Allah, dan
pendapat para ulama tentang pentingnya ilmu pengetahuan.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa pengetian
dan keutamaan ilmu?
2.
Bagaimana
hadits tentang pentingnya ilmu?
3.
Bagaimana adab
menuntut ilmu?
C. Tujuan Masalah
1.
Mengetaui
pengetian dan keutamaan ilmu.
2.
Mengetahui
bagaimana hadits-hadits Rasulullah yang menjelaskan pentingnya ilmu.
3.
Mengetahui
bagaimana adab menuntut ilmu.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN DAN KEUTAMAAN ILMU
Ilmu adalah isim masdar dari ‘alima yang
berarti mengetahui, mengenal, merasakan, dan menyakini. Secara istilah, ilmu
ialah dihasilkannya gambaran atau bentuk sesuatu dalam akal.[4]
Karena pentingnya ilmu dan banyaknya faidah
yang terkandung di dalamnya, para ulama menyimpulkan bahwa menuntut ilmu adalah
wajib, sesuai dengan jenis ilmu yang akan dituntut. Inilah hukum dasar menuntut
ilmu, berdasarkan sabda Rasulullah SAW:
طلب العلم فريضة
على كل مسلم ومسلمة
Artinya: “Menunut ilmu hukumnya wajib
bagi orang islam laki-laki dan orang islam perempuan”.
Peranan ilmu pengetahuan dalam kehidupan
seseorang sangat besar, dengan ilmu pengetahuan, derajat manusia akan berbeda
antara yang satu dengan yang lainnya. Allah SWT berfirman:
yÎgx© ª!$#
¼çm¯Rr& Iw
tm»s9Î) wÎ)
uqèd
èps3Í´¯»n=yJø9$#ur
(#qä9'ré&ur ÉOù=Ïèø9$#
$JJͬ!$s% ÅÝó¡É)ø9$$Î/
4 Iw
tm»s9Î) wÎ)
uqèd
âÍyêø9$# ÞOÅ6yÛø9$# ÇÊÑÈ
Artinya:
“Allah
menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah),
yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu[5]
(juga menyatakan yang demikian itu). tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak
disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa yang menyatakan
bahwa tiada yang berhak disembah selain Allah adalah dzat Allah sendiri, lalu
para malaikat dan para ahli ilmu. Diletakkannya para ahli ilmu pada urutan ke-3
adalah sebuah pengakuan Allah SWT, atas kemualian dan keutamaan para mereka.
Dalam ayat lain Allah berfirman:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sÎ) @Ï% öNä3s9
(#qßs¡¡xÿs? Îû ħÎ=»yfyJø9$# (#qßs|¡øù$$sù Ëx|¡øÿt
ª!$#
öNä3s9
( #sÎ)ur @Ï% (#râà±S$#
(#râà±S$$sù
Æìsùöt
ª!$#
tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä
öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré&
zOù=Ïèø9$#
;M»y_uy 4 ª!$#ur
$yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ×Î7yz ÇÊÊÈ
Hai orang-orang
beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam
majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu.
dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa
yang kamu kerjakan.
Ibnu ‘Abbas ketika menafsirkan ayat ini
mengatakan bahwa derajat para ahli ilmu dan orang mukmin yang lain sejauh 700
derajat. Satu derajat sejauh perjalanan 500 tahun.[6]
B. HADIST TENTANG PENTINGNYA ILMU
Hadits-hadits yang menjelaskan pentingnya ilmu
sangat banyak, tidak mungkin disebutkan
semuanya dalam makalah ini. Para ulama ahli hadits pada umumnya menuliskan bab
tersendiri yang menjelaskan pentingnya ilmu. Mereka bahkan menulis sebuah kitab
yang khusus menjelaskan betapa pentingnya ilmu bagi seluruh sendi kehidupan, baik
dalam kehidupan dunia maupun akhirat.
Sabda Rasulullah SAW:
اَلْعُلَمَاءُ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ (رواه أبو
داود والترمذي وابن ماجه وابن حبان)
Artinya:
“Orang-orang yang berilmu adalah ahli waris
para nabi” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ibnu
Hibban).
Tentu sudah diketahui, bahwa tidak ada
kedudukan di atas kenabian dan tidak ada kemuliaan di atas kemulian mewarisi
kedudukan kenabian tersebut. Rasulullah SAW bersabda:
يَسْتَغْفِرُ
لِلْعَالِمِ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ (رواه أبو داود والترمذي وابن ماجه
وابن حبان)
Artinya:
“Segala apa yang ada di langit dan bumi
memintakan ampun untuk orang yang berilmu”. (HR. Abu
Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban)
Kedudukan apa yang melebihi kedudukan seseorang
yang selalu dimintakan ampun oleh para malaikat langit dan bumi? Rasulullah SAW
bersabda:
أَفْضَلُ
النَّاسِ الْمُؤْمِنُ الْعَالِمُ الَّذِيْ إِنِ احْتِيْجَ إِلَيْهِ نَفَعَ وَإِنِ
اسْتُغْنِيَ عَنْهُ أَغْنَى نَفْسَهُ (رواه البيهقي)
Artinya:
“Seutama-utama manusia ialah seorang mukmin yang
berilmu. Jika ia dibutuhkan, maka ia menberi manfaat. Dan jika ia tidak
dibutuhkan maka ia dapat memberi manfaat pada dirinya sendiri”. (HR.
Al-Baihaqi).[7]
Hadits ini menjelaskan bagaimana keutamaan ilmu
bagi seseorang, dimana ia akan memberikan manfaat dan dibutuhkan oleh
orang-orang disekitarnya. Bahkan jika seorang yang berilmu terangsingkan dari
kehidupan sekitarnya, ilmu yang ia miliki akan memberikan manfaat kepada
dirinya sendiri, dan menjadi penghibur dalam kesendiriannya.
Tentang pentingnya ilmu Rasulullah SAW
bersabda:
مَنْ يُرِدِ
اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ (رواه البخاري ومسلم)
Artinya:
“Barang siapa dikehendaki bagi oleh Allah, maka
Allah memberi kepahaman untuknya tentang ilmu”,(HR. Bukhari
dan Muslim)
Hadits ini adalah hadits yang urgen, dimana
seolah-olah Allah menggantungkan kebaikan seseorang terhadap kepahamannya
terhadap agama, dalam arti kwalitas dan kwantitas ilmunya dalam masalah agama.
Dari sini dapat diketahui bahwa ilmu adalah penting, karena ia menjadi
penentu baik dan buruk seseorang. Dengan ilmu ia akan membedakan salah dan
benar, baik dan buruk dan halal dan haram.
Dalam hadits lain Rasulullah SAW bersabda:
إنَّ مَثَلَ مَا
بَعَثَنِي اللهُ بِهِ مِنْ الْهُدَى , وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَصَابَ
أَرْضًا فَكَانَتْ مِنْهَا طَائِفَةٌ طَيِّبَةٌ قَبِلَتْ الْمَاءَ , فَأَنْبَتَتْ
الْكَلَاَ , وَالْعُشْبَ الْكَثِيرَ , وَكَانَ مِنْهَا أَجَادِبُ أَمْسَكَتْ
الْمَاءَ , فَنَفَعَ اللهُ بِهَا النَّاسَ فَشَرِبُوا مِنْهَا , وَسَقَوْا ,
وَزَرَعُوا , وَأَصَابَ طَائِفَةً مِنْهَا أُخْرَى إنَّمَا هِيَ قِيعَانٌ لَا
تُمْسِكُ الْمَاءَ , وَلَا تُنْبِتُ كَلَأً , فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقُهَ فِي
دِينِ اللهِ , وَنَفَعَهُ بِمَا بَعَثَنِي اللهُ بِهِ , فَعَلِمَ , وَعَلَّمَ ,
وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا , وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللهِ
الَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ (رواه البخاري ومسلم)
Artinya:
“Perumpamaan apa yang dituliskan oleh Allah
kepadaku yakni petunjuk dan ilmu adalah seperti hujan lebat yang mengenai
tanah. Dari tanah itu ada yang gemburyang dapat menerima air lalutumbuhlah
padang rumput yang banyak. Dari panya ada yang keras dapat menahan air dan
tidak dapat menumbuhkan rumput. Demikian itu perumpamaan orang yang tidak
menolak kepadanya, dan mengajar, dan perumpamaan orang yang pandai agama Allah
dan apa yang dituliskan kepadaku bermanfaat baginya, ia pandai dan mengajar,
dan perumpamaan orang yang tidak menolak kepadanya, dan ia tidak mau menerima
petunjuk Allah, yang mana saya di utus dengannya”. (HR.
Bukhari dan Muslim)
Dari Sahal bin Sa’ad RA, ia menceritakan sabda
Rasulullah SAW kepada Ali bin Abi Thalib:
فَوَاَللهِ
لَأَنْ يَهْدِيَ اللهُ بِكَ رَجُلًا , وَاحِدًا خَيْرٌ لَكَ مِنْ حُمْرِ النَّعَمِ
(رواه البخاري ومسلم)
Artinya:
“Demi Allah! Jika Allah memberi petunjuk kepada
seseorang karenamu, maka itu lebih baik dari pada himar-himar ternak” (HR. Bukhari
Muslim)
Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda:
إذَا مَاتَ
ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إلَّا مِنْ ثَلَاثٍ : صَدَقَةٌ جَارِيَةٌ , أَوْ
عِلْمٌ يُنْتَفَعُ بِهِ , أَوْ وَلَدٌ صَالِحٌ يَدْعُو لَهُ (رواه مسلم)
Artinya:
“Jika anak Adam meninggal, maka terputuslah
semua amalnya kecuali dari tiga perkara, shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat
dan anak shaleh yang mendoakannya” (HR. Muslim).
Hadits-hadits tersebut menjelaskan
keutamaan-keutamaan dan pentingnya ilmu bagi manusia. Dan masih banyak
hadits-hadits lain.[8]
C.
ADAB MENUNTUT
ILMU
Menuntut ilmu adalah satu
keharusan bagi kita kaum muslimin. Banyak sekali dalil yang menunjukkan
keutamaan ilmu, para penuntut ilmu dan yang mengajarkannya.
Adab-adab dalam menuntut
ilmu yang harus kita ketahui agar ilmu yang kita tuntut berfaidah bagi kita dan
orang yang ada di sekitar kita sangatlah banyak. Adab- adab tersebut di
antaranya adalah:
1)
Ikhlas karena Allah
Hendaknya niat kita dalam menuntut ilmu adalah karena Allah Subhanahu wa
Ta’ala dan untuk negeri akhirat. Apabila seseorang menuntut ilmu hanya untuk
mendapatkan gelar agar bisa mendapatkan kedudukan yang tinggi atau ingin
menjadi orang yang terpandang atau niat yang sejenisnya, maka Rasulullah telah
memberi peringatan tentang hal ini dalam sabdanya: "Barangsiapa yang
menuntut ilmu yang pelajari hanya karena Allah Ta’ala sedang ia tidak
menuntutnya kecuali untuk mendapatkan mata-benda dunia, ia tidak akan
mendapatkan bau surga pada hari kiamat". (HR: Ahmad, Abu,Daud dan Ibnu
Majah)
2) Untuk menghilangkan kebodohan dari dirinya dan orang lain.
Semua manusia pada mulanya adalah bodoh. Kita berniat untuk meng-hilangkan
kebodohan dari diri kita, setelah kita menjadi orang yang memiliki ilmu kita
harus mengajarkannya kepada orang lain untuk menghilang kebodohan dari diri
mereka, dan tentu saja mengajarkan kepada orang lain itu dengan berbagai cara
agar orang lain dapat mengambil faidah dari ilmu kita.
3) Berniat dalam menuntut ilmu untuk membela syari'at.
Sudah menjadi keharusan bagi para penuntut ilmu berniat dalam menuntut ilmu
untuk membela syari'at. Karena kedudukan syari'at sama dengan pedang kalau
tidak ada seseorang yang menggunakannya ia tidak berarti apa-apa. Penuntut ilmu
harus membela agamanya dari hal-hal yang menyimpang dari agama (bid'ah),
sebagaimana tuntunan yang diajarkan Rasulullah saw. Hal ini tidak ada yang bisa
melakukannya kecuali orang yang memiliki ilmu yang benar, sesuai petunjuk
Al-Qur'an dan As-Sunnah.
4)
Lapang dada dalam menerima
perbedaan pendapat.
Apabila ada perbedaan pendapat, hendaknya penuntut ilmu menerima perbedaan
itu dengan lapang dada selama perbedaan itu pada persoalaan ijtihad, bukan
persoalaan aqidah, karena persoalaan aqidah adalah masalah yang tidak ada
perbedaan pendapat di kalangan salaf. Berbeda dalam masalah ijtihad, perbedaan
pendapat telah ada sejak zaman shahabat, bahkan pada masa Rasulullah saw masih
hidup. Karena itu jangan sampai kita menghina atau menjelekkan orang lain yang
kebetulan berbeda pandapat dengan kita.
5)
Mengamalkan ilmu yang
telah didapatkan.
Termasuk adab yang tepenting bagi para penuntut ilmu adalah mengamalkan
ilmu yang telah diperoleh, karena amal adalah buah dari ilmu, baik itu aqidah,
ibadah, akhlak maupun muamalah. Karena orang yang telah memiliki ilmu adalah
seperti orang memiliki senjata. Ilmu atau senjata (pedang) tidak akan ada
gunanya kecuali diamalkan (digunakan).
6)
Menghormati para ulama dan
memuliakan mereka.
Penuntut ilmu harus selalu lapang dada dalam menerima perbedaan pendapat
yang terjadi di kalangan ulama. Jangan sampai ia mengumpat atau mencela ulama
yang kebetulan keliru di dalam memutuskan suatu masalah. Mengumpat orang biasa
saja sudah termasuk dosa besar, apalagi kalau orang itu adalah seorang ulama.
7)
Mencari kebenaran dan
sabar.
Termasuk adab yang paling penting bagi kita sebagai seorang penuntut ilmu
adalah mencari kebenaran dari ilmu yang telah didapatkan. Mencari kebenaran
dari berita berita yang sampai kepada kita yang menjadi sumber hukum. Ketika
sampai kepada kita sebuah hadits misalnya, kita harus meneliti lebih dahulu
tentang keshahihan hadits tersebut. Kalau sudah kita temukan bukti bahwa hadits
itu adalah shahih, kita berusaha lagi mencari makna (pengertian) dari hadits
tersebut.
8)
Memegang Teguh Al Kitab
dan As Sunnah
Wajib bagi para penuntut ilmu untuk mengambil ilmu dari sumbernya, yang
tidak mungkin seseorang sukses bila tidak memulai darinya, yaitu:
a.
Al-Qur’anul Karim; Wajib
bagi para penuntut ilmu untuk berupaya membaca, menghafal, memahami dan
mengamalkannya.
b.
As Sunnah As Shahihah; Ini
adalah sumber kedua syariat Islam (setelah Al Qur’an) dan penjelas al Qur’an
Karim.
c.
Sumber ketiga adalah
ucapan para ulama, janganlah anda menyepelekan ucapan para ulama karena mereka
lebih mantap ilmunya dari anda. (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hl :43,44, dan
45)
9)
Berupaya Untuk Memahami
Maksud Allah dan Rasul-Nya
Termasuk adab terpenting
pula adalah masalah pemahaman tentang maksud Allah dan juga maksud Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam; Karena banyak orang
yang diberi ilmu namun tidak diberi pemahaman. Tidak cukup hanya menghapal al Qur’an dan hadits saja tanpa memahaminya, jadi harus dipahami maksud
Allah dan Rasul-Nya Shalallahu ‘Alaihi
Wassalam. Alangkah banyaknya penyimpangan yang dilakukan oleh kaum
yang berdalil dengan nash-nash yang tidak sesuai dengan maksud Allah dan Rasul-
Nya SAW sehingga timbullah kesesatan karenanya.
Nya SAW sehingga timbullah kesesatan karenanya.
Inilah sebagian dari adab
yang harus dimiliki oleh para penuntut ilmu agar menjadi suri tauladan yang
baik dan mendapatkan kesuksesan di dunia dan di akhirat, amien.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Adab-adab dalam menuntut
ilmu yang harus kita ketahui agar ilmu yang kita tuntut berfaidah bagi kita dan
orang yang ada di sekitar kita sangatlah banyak. Adab- adab tersebut di
antaranya adalah:
1)
Ikhlas karena Allah
2)
Untuk menghilangkan
kebodohan dari dirinya dan orang lain.
3)
Berniat dalam menuntut ilmu untuk membela syari'at.
4)
Lapang dada dalam menerima
perbedaan pendapat.
5)
Mengamalkan ilmu yang
telah didapatkan.
6)
Menghormati para ulama dan
memuliakan mereka.
7)
Mencari kebenaran dan
sabar.
8)
Memegang Teguh Al Kitab
dan As Sunnah
Wajib bagi para penuntut ilmu untuk mengambil ilmu dari sumbernya, yang
tidak mungkin seseorang sukses bila tidak memulai darinya, yaitu:
a)
Al-Qur’anul Karim; Wajib
bagi para penuntut ilmu untuk berupaya membaca, menghafal, memahami dan
mengamalkannya.
b)
As Sunnah As Shahihah; Ini
adalah sumber kedua syariat Islam (setelah Al Qur’an) dan penjelas al Qur’an
Karim.
c)
Sumber ketiga adalah
ucapan para ulama, janganlah anda menyepelekan ucapan para ulama karena mereka
lebih mantap ilmunya dari anda. (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hl :43,44, dan
45)
9)
Berupaya Untuk Memahami
Maksud Allah dan Rasul-Nya
Inilah sebagian dari adab
yang harus dimiliki oleh para penuntut ilmu agar menjadi suri tauladan yang
baik dan mendapatkan kesuksesan di dunia dan di akhirat, amien.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Mawardi, Ali bin Muhammad bin Habib.“Adab
al-Dun-ya wal al-Din”, Beirut: Dar Iqra’, 1985
Al-Ghazali, Abu Hamid Muhammad. “Ihya’ Ulum
al-Din”, Beirut: Darul Ma’rifah, tt,
Kementerian Waqaf dan Urusan Islam Kuwait,
Ensiklopedi Fiqih, Kairo: Dar As-Shofwah, 2007
An-Nawawi, Yahya bin Syaaf, “Al-Majmu’ ‘ala
Syarh al-Muhadzab”, Kairo: Maktabah al-Muniriyah, tt, Juz. 1 hlm. 40-41