Rabu, 02 September 2015

adab menuntut ilmu

BAB I
PENDAHULUAN
A.  LATAR BELAKANG
Ilmu pengetahuan adalah sebaik-baik sesuatu yang disukai, sepenting-penting sesuatu yang dicari dan merupakan sesuatu yang paling bermanfaat, dari pada selainnya. Kemuliaan akan didapat bagi pemiliknya dan keutamaan akan diperoleh oleh orang yang memburunya. Allah SWT berfirman:
3 ö@è% ö@yd “ÈqtGó¡o„ tûïÏ%©!$# tbqçHs>ôètƒ tûïÏ%©!$#ur Ÿw tbqßJn=ôètƒ 3 $yJ¯RÎ) ㍩.x‹tGtƒ (#qä9'ré& É=»t7ø9F{$#

Artinya:  “Katakanlah (Wahai Muhammad!): ‘Adakah sama orang-orang yang berilmu dengan orang-orang yang tidak berilmu?’”. (Q.S. Az-Zumar: 9)

Dengan ayat ini Allah SWT, tidak mau menyamakan orang yang berilmu dan orang yang tidak berilmu, disebabkan oleh manfaat dan keutamaan ilmu itu sendiri dan manfaat dan keutamaan yang akan didapat oleh orang yang berilmu.[1]
Dalam kehidupan dunia, ilmu pengetahuan mempunyai perang yang sangat penting. Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan memberikan kemudahan bagi kehidupan baik dalam kehidupan individu maupun kehidupan bermasyarakat. Menurut al-Ghazali dengan ilmu pengetahuan akan diperoleh segala bentuk kekayaan, kemuliaan, kewibawaan, pengaruh, jabatan, dan kekuasaan. Apa yang dapat diperoleh seseorang sebagai buah dari ilmu pengetahuan, bukan hanya diperoleh dari hubungannya dengan sesama manusia, para binatangpun merasakan bagaimana kemuliaan manusia, karena ilmu yang ia miliki.[2] Dari sini, dengan jelas dapat disimpulkan bahwa kemajuan peradaban sebuah bangsa tergantung kemajuan ilmu pengetahuan yang melingkupi.
Dalam kehidupan beragama, ilmu pengetahuan adalah sesutu yang wajib dimiliki, karena tidak akan mungkin seseorang mampu melakukan ibadah yang merupakan tujuan diciptakannya manusia oleh Allah, tanpa didasari ilmu. Minimal, ilmu pengetahuan yang akan memberikan kemampuan kepada dirinya, untuk berusaha agar ibadah yang dilakukan tetap berada dalam aturan-aturan yang telah ditentukan. Dalam agama, ilmu pengetahuan, adalah kunci menuju keselamatan dan kebahagiaan akhirat selama-lamanya.[3]
Uraian di atas hanyalah uraian singkin betapa pentingnya ilmu pengetahuan bagi manusia, baik untuk kehidupan dirinya pribadi, maupun dalam hubungan dirinya dengan benda-benda di sekitarnya. Baik bagi kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat. Ada banyak hadits, firman Allah, dan pendapat para ulama tentang pentingnya ilmu pengetahuan.

B.  Rumusan Masalah
1.    Apa pengetian dan keutamaan ilmu?
2.    Bagaimana hadits tentang pentingnya ilmu?
3.    Bagaimana adab menuntut ilmu?

C.  Tujuan Masalah
1.    Mengetaui pengetian dan keutamaan ilmu.
2.    Mengetahui bagaimana hadits-hadits Rasulullah yang menjelaskan pentingnya ilmu.
3.    Mengetahui bagaimana adab menuntut ilmu.






BAB II
PEMBAHASAN
A.  PENGERTIAN DAN KEUTAMAAN ILMU
Ilmu adalah isim masdar dari ‘alima yang berarti mengetahui, mengenal, merasakan, dan menyakini. Secara istilah, ilmu ialah dihasilkannya gambaran atau bentuk sesuatu dalam akal.[4]
Karena pentingnya ilmu dan banyaknya faidah yang terkandung di dalamnya, para ulama menyimpulkan bahwa menuntut ilmu adalah wajib, sesuai dengan jenis ilmu yang akan dituntut. Inilah hukum dasar menuntut ilmu, berdasarkan sabda Rasulullah SAW:
طلب العلم فريضة على كل مسلم ومسلمة
Artinya:  “Menunut ilmu hukumnya wajib bagi orang islam laki-laki dan orang islam perempuan”.
Peranan ilmu pengetahuan dalam kehidupan seseorang sangat besar, dengan ilmu pengetahuan, derajat manusia akan berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Allah SWT berfirman:
y‰Îgx© ª!$# ¼çm¯Rr& Iw tm»s9Î) žwÎ) uqèd èps3Í´¯»n=yJø9$#ur (#qä9'ré&ur ÉOù=Ïèø9$# $JJͬ!$s% ÅÝó¡É)ø9$$Î/ 4 Iw tm»s9Î) žwÎ) uqèd Ⓝ͖yêø9$# ÞOŠÅ6yÛø9$# ÇÊÑÈ
Artinya:
“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu[5] (juga menyatakan yang demikian itu). tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Dalam ayat ini dijelaskan bahwa yang menyatakan bahwa tiada yang berhak disembah selain Allah adalah dzat Allah sendiri, lalu para malaikat dan para ahli ilmu. Diletakkannya para ahli ilmu pada urutan ke-3 adalah sebuah pengakuan Allah SWT, atas kemualian dan keutamaan para mereka. Dalam ayat lain Allah berfirman: 
$pkš‰r'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) Ÿ@ŠÏ% öNä3s9 (#qßs¡¡xÿs? †Îû ħÎ=»yfyJø9$# (#qßs|¡øù$$sù Ëx|¡øÿtƒ ª!$# öNä3s9 ( #sŒÎ)ur Ÿ@ŠÏ% (#râ“à±S$# (#râ“à±S$$sù Æìsùötƒ ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_u‘yŠ 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ׎Î7yz ÇÊÊÈ  
Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Ibnu ‘Abbas ketika menafsirkan ayat ini mengatakan bahwa derajat para ahli ilmu dan orang mukmin yang lain sejauh 700 derajat. Satu derajat sejauh perjalanan 500 tahun.[6]

B.  HADIST TENTANG PENTINGNYA ILMU
Hadits-hadits yang menjelaskan pentingnya ilmu sangat banyak,  tidak mungkin disebutkan semuanya dalam makalah ini. Para ulama ahli hadits pada umumnya menuliskan bab tersendiri yang menjelaskan pentingnya ilmu. Mereka bahkan menulis sebuah kitab yang khusus menjelaskan betapa pentingnya ilmu bagi seluruh sendi kehidupan, baik dalam kehidupan dunia maupun akhirat.
Sabda Rasulullah SAW:
اَلْعُلَمَاءُ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ (رواه أبو داود والترمذي وابن ماجه وابن حبان)    
Artinya:
“Orang-orang yang berilmu adalah ahli waris para nabi” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban).

Tentu sudah diketahui, bahwa tidak ada kedudukan di atas kenabian dan tidak ada kemuliaan di atas kemulian mewarisi kedudukan kenabian tersebut. Rasulullah SAW bersabda:
يَسْتَغْفِرُ لِلْعَالِمِ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ (رواه أبو داود والترمذي وابن ماجه وابن حبان)
Artinya:
“Segala apa yang ada di langit dan bumi memintakan ampun untuk orang yang berilmu”. (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban)

Kedudukan apa yang melebihi kedudukan seseorang yang selalu dimintakan ampun oleh para malaikat langit dan bumi? Rasulullah SAW bersabda:
أَفْضَلُ النَّاسِ الْمُؤْمِنُ الْعَالِمُ الَّذِيْ إِنِ احْتِيْجَ إِلَيْهِ نَفَعَ وَإِنِ اسْتُغْنِيَ عَنْهُ أَغْنَى نَفْسَهُ (رواه البيهقي)
Artinya:
“Seutama-utama manusia ialah seorang mukmin yang berilmu. Jika ia dibutuhkan, maka ia menberi manfaat. Dan jika ia tidak dibutuhkan maka ia dapat memberi manfaat pada dirinya sendiri”. (HR. Al-Baihaqi).[7]

Hadits ini menjelaskan bagaimana keutamaan ilmu bagi seseorang, dimana ia akan memberikan manfaat dan dibutuhkan oleh orang-orang disekitarnya. Bahkan jika seorang yang berilmu terangsingkan dari kehidupan sekitarnya, ilmu yang ia miliki akan memberikan manfaat kepada dirinya sendiri, dan menjadi penghibur dalam kesendiriannya.
Tentang pentingnya ilmu Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ (رواه البخاري ومسلم)
Artinya:
“Barang siapa dikehendaki bagi oleh Allah, maka Allah memberi kepahaman untuknya tentang ilmu”,(HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini adalah hadits yang urgen, dimana seolah-olah Allah menggantungkan kebaikan seseorang terhadap kepahamannya terhadap agama, dalam arti kwalitas dan kwantitas ilmunya dalam masalah agama. Dari sini dapat diketahui bahwa ilmu adalah penting, karena ia menjadi penentu baik dan buruk seseorang. Dengan ilmu ia akan membedakan salah dan benar, baik dan buruk dan halal dan haram.
Dalam hadits lain Rasulullah SAW bersabda:
إنَّ مَثَلَ مَا بَعَثَنِي اللهُ بِهِ مِنْ الْهُدَى , وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَصَابَ أَرْضًا فَكَانَتْ مِنْهَا طَائِفَةٌ طَيِّبَةٌ قَبِلَتْ الْمَاءَ , فَأَنْبَتَتْ الْكَلَاَ , وَالْعُشْبَ الْكَثِيرَ , وَكَانَ مِنْهَا أَجَادِبُ أَمْسَكَتْ الْمَاءَ , فَنَفَعَ اللهُ بِهَا النَّاسَ فَشَرِبُوا مِنْهَا , وَسَقَوْا , وَزَرَعُوا , وَأَصَابَ طَائِفَةً مِنْهَا أُخْرَى إنَّمَا هِيَ قِيعَانٌ لَا تُمْسِكُ الْمَاءَ , وَلَا تُنْبِتُ كَلَأً , فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقُهَ فِي دِينِ اللهِ , وَنَفَعَهُ بِمَا بَعَثَنِي اللهُ بِهِ , فَعَلِمَ , وَعَلَّمَ , وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا , وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللهِ الَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ (رواه البخاري ومسلم)
Artinya:
“Perumpamaan apa yang dituliskan oleh Allah kepadaku yakni petunjuk dan ilmu adalah seperti hujan lebat yang mengenai tanah. Dari tanah itu ada yang gemburyang dapat menerima air lalutumbuhlah padang rumput yang banyak. Dari panya ada yang keras dapat menahan air dan tidak dapat menumbuhkan rumput. Demikian itu perumpamaan orang yang tidak menolak kepadanya, dan mengajar, dan perumpamaan orang yang pandai agama Allah dan apa yang dituliskan kepadaku bermanfaat baginya, ia pandai dan mengajar, dan perumpamaan orang yang tidak menolak kepadanya, dan ia tidak mau menerima petunjuk Allah, yang mana saya di utus dengannya”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Sahal bin Sa’ad RA, ia menceritakan sabda Rasulullah SAW kepada Ali bin Abi Thalib:
فَوَاَللهِ لَأَنْ يَهْدِيَ اللهُ بِكَ رَجُلًا , وَاحِدًا خَيْرٌ لَكَ مِنْ حُمْرِ النَّعَمِ (رواه البخاري ومسلم)
Artinya:
“Demi Allah! Jika Allah memberi petunjuk kepada seseorang karenamu, maka itu lebih baik dari pada himar-himar ternak” (HR. Bukhari Muslim)

Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda:
إذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إلَّا مِنْ ثَلَاثٍ : صَدَقَةٌ جَارِيَةٌ , أَوْ عِلْمٌ يُنْتَفَعُ بِهِ , أَوْ وَلَدٌ صَالِحٌ يَدْعُو لَهُ (رواه مسلم)
Artinya:
“Jika anak Adam meninggal, maka terputuslah semua amalnya kecuali dari tiga perkara, shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shaleh yang mendoakannya” (HR. Muslim).

Hadits-hadits tersebut menjelaskan keutamaan-keutamaan dan pentingnya ilmu bagi manusia. Dan masih banyak hadits-hadits lain.[8]

C.  ADAB MENUNTUT ILMU
Menuntut ilmu adalah satu keharusan bagi kita kaum muslimin. Banyak sekali dalil yang menunjukkan keutamaan ilmu, para penuntut ilmu dan yang mengajarkannya.
Adab-adab dalam menuntut ilmu yang harus kita ketahui agar ilmu yang kita tuntut berfaidah bagi kita dan orang yang ada di sekitar kita sangatlah banyak. Adab- adab tersebut di antaranya adalah:
1)   Ikhlas karena Allah
Hendaknya niat kita dalam menuntut ilmu adalah karena Allah Subhanahu wa Ta’ala dan untuk negeri akhirat. Apabila seseorang menuntut ilmu hanya untuk mendapatkan gelar agar bisa mendapatkan kedudukan yang tinggi atau ingin menjadi orang yang terpandang atau niat yang sejenisnya, maka Rasulullah telah memberi peringatan tentang hal ini dalam sabdanya: "Barangsiapa yang menuntut ilmu yang pelajari hanya karena Allah Ta’ala sedang ia tidak menuntutnya kecuali untuk mendapatkan mata-benda dunia, ia tidak akan mendapatkan bau surga pada hari kiamat". (HR: Ahmad, Abu,Daud dan Ibnu Majah)

2)   Untuk menghilangkan kebodohan dari dirinya dan orang lain.
Semua manusia pada mulanya adalah bodoh. Kita berniat untuk meng-hilangkan kebodohan dari diri kita, setelah kita menjadi orang yang memiliki ilmu kita harus mengajarkannya kepada orang lain untuk menghilang kebodohan dari diri mereka, dan tentu saja mengajarkan kepada orang lain itu dengan berbagai cara agar orang lain dapat mengambil faidah dari ilmu kita.

3)   Berniat dalam menuntut ilmu untuk membela syari'at.
Sudah menjadi keharusan bagi para penuntut ilmu berniat dalam menuntut ilmu untuk membela syari'at. Karena kedudukan syari'at sama dengan pedang kalau tidak ada seseorang yang menggunakannya ia tidak berarti apa-apa. Penuntut ilmu harus membela agamanya dari hal-hal yang menyimpang dari agama (bid'ah), sebagaimana tuntunan yang diajarkan Rasulullah saw. Hal ini tidak ada yang bisa melakukannya kecuali orang yang memiliki ilmu yang benar, sesuai petunjuk Al-Qur'an dan As-Sunnah.

4)   Lapang dada dalam menerima perbedaan pendapat.
Apabila ada perbedaan pendapat, hendaknya penuntut ilmu menerima perbedaan itu dengan lapang dada selama perbedaan itu pada persoalaan ijtihad, bukan persoalaan aqidah, karena persoalaan aqidah adalah masalah yang tidak ada perbedaan pendapat di kalangan salaf. Berbeda dalam masalah ijtihad, perbedaan pendapat telah ada sejak zaman shahabat, bahkan pada masa Rasulullah saw masih hidup. Karena itu jangan sampai kita menghina atau menjelekkan orang lain yang kebetulan berbeda pandapat dengan kita.

5)   Mengamalkan ilmu yang telah didapatkan.
Termasuk adab yang tepenting bagi para penuntut ilmu adalah mengamalkan ilmu yang telah diperoleh, karena amal adalah buah dari ilmu, baik itu aqidah, ibadah, akhlak maupun muamalah. Karena orang yang telah memiliki ilmu adalah seperti orang memiliki senjata. Ilmu atau senjata (pedang) tidak akan ada gunanya kecuali diamalkan (digunakan).

6)   Menghormati para ulama dan memuliakan mereka.
Penuntut ilmu harus selalu lapang dada dalam menerima perbedaan pendapat yang terjadi di kalangan ulama. Jangan sampai ia mengumpat atau mencela ulama yang kebetulan keliru di dalam memutuskan suatu masalah. Mengumpat orang biasa saja sudah termasuk dosa besar, apalagi kalau orang itu adalah seorang ulama.

7)      Mencari kebenaran dan sabar.
Termasuk adab yang paling penting bagi kita sebagai seorang penuntut ilmu adalah mencari kebenaran dari ilmu yang telah didapatkan. Mencari kebenaran dari berita berita yang sampai kepada kita yang menjadi sumber hukum. Ketika sampai kepada kita sebuah hadits misalnya, kita harus meneliti lebih dahulu tentang keshahihan hadits tersebut. Kalau sudah kita temukan bukti bahwa hadits itu adalah shahih, kita berusaha lagi mencari makna (pengertian) dari hadits tersebut.

8)   Memegang Teguh Al Kitab dan As Sunnah
Wajib bagi para penuntut ilmu untuk mengambil ilmu dari sumbernya, yang tidak mungkin seseorang sukses bila tidak memulai darinya, yaitu:
a.    Al-Qur’anul Karim; Wajib bagi para penuntut ilmu untuk berupaya membaca, menghafal, memahami dan mengamalkannya.
b.    As Sunnah As Shahihah; Ini adalah sumber kedua syariat Islam (setelah Al Qur’an) dan penjelas al Qur’an Karim.
c.    Sumber ketiga adalah ucapan para ulama, janganlah anda menyepelekan ucapan para ulama karena mereka lebih mantap ilmunya dari anda. (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hl :43,44, dan 45)

9)   Berupaya Untuk Memahami Maksud Allah dan Rasul-Nya
Termasuk adab terpenting pula adalah masalah pemahaman tentang maksud Allah dan juga maksud Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam; Karena banyak orang yang diberi ilmu namun tidak diberi pemahaman. Tidak cukup hanya menghapal al Qur’an  dan hadits saja tanpa memahaminya, jadi harus dipahami maksud Allah dan Rasul-Nya Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Alangkah banyaknya penyimpangan yang dilakukan oleh kaum yang berdalil dengan nash-nash yang tidak sesuai dengan maksud Allah dan Rasul-
Nya SAW sehingga timbullah kesesatan karenanya.
Inilah sebagian dari adab yang harus dimiliki oleh para penuntut ilmu agar menjadi suri tauladan yang baik dan mendapatkan kesuksesan di dunia dan di akhirat, amien.








BAB III
PENUTUP
A.  KESIMPULAN
Adab-adab dalam menuntut ilmu yang harus kita ketahui agar ilmu yang kita tuntut berfaidah bagi kita dan orang yang ada di sekitar kita sangatlah banyak. Adab- adab tersebut di antaranya adalah:
1)   Ikhlas karena Allah
2)   Untuk menghilangkan kebodohan dari dirinya dan orang lain.
3)   Berniat dalam menuntut ilmu untuk membela syari'at.
4)   Lapang dada dalam menerima perbedaan pendapat.
5)   Mengamalkan ilmu yang telah didapatkan.
6)   Menghormati para ulama dan memuliakan mereka.
7)   Mencari kebenaran dan sabar.
8)   Memegang Teguh Al Kitab dan As Sunnah
Wajib bagi para penuntut ilmu untuk mengambil ilmu dari sumbernya, yang tidak mungkin seseorang sukses bila tidak memulai darinya, yaitu:
a)    Al-Qur’anul Karim; Wajib bagi para penuntut ilmu untuk berupaya membaca, menghafal, memahami dan mengamalkannya.
b)   As Sunnah As Shahihah; Ini adalah sumber kedua syariat Islam (setelah Al Qur’an) dan penjelas al Qur’an Karim.
c)    Sumber ketiga adalah ucapan para ulama, janganlah anda menyepelekan ucapan para ulama karena mereka lebih mantap ilmunya dari anda. (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hl :43,44, dan 45)
9)   Berupaya Untuk Memahami Maksud Allah dan Rasul-Nya

Inilah sebagian dari adab yang harus dimiliki oleh para penuntut ilmu agar menjadi suri tauladan yang baik dan mendapatkan kesuksesan di dunia dan di akhirat, amien.



DAFTAR PUSTAKA

Al-Mawardi, Ali bin Muhammad bin Habib.“Adab al-Dun-ya wal al-Din”, Beirut: Dar Iqra’, 1985
Al-Ghazali, Abu Hamid Muhammad. “Ihya’ Ulum al-Din”, Beirut: Darul Ma’rifah, tt,
Kementerian Waqaf dan Urusan Islam Kuwait, Ensiklopedi Fiqih, Kairo: Dar As-Shofwah, 2007
An-Nawawi, Yahya bin Syaaf, “Al-Majmu’ ‘ala Syarh al-Muhadzab”, Kairo: Maktabah al-Muniriyah, tt, Juz. 1 hlm. 40-41
                                                        



[1]  Al-Mawardi, “Adab al-Dun-ya wal al-Din”, Beirut: Dar Iqra’, 1985, hlm. 36
[2] Al-Ghazali, Ihya’ Ulum al-Din, Beirut: Darul Ma’rifah, tt, vol. 1 hlm.12
[3] Ibid
[4] Kementerian Waqaf dan Urusan Islam Kuwait, Ensiklopedi Fiqih, Kairo: Dar As-Shofwah, 2007, juz. 30 hlm. 291
[5] Ayat ini untuk menjelaskan martabat orang-orang berilmu
[6] Al-Ghazali, op.cit, Beirut: Darul Ma’rifah, tt, Juz 1 hlm. 5
[7] Ibid, hlm. 6
[8] An-Nawawi, “Al-Majmu’ ‘ala Syarh al-Muhadzab”, Kairo: Maktabah al-Muniriyah, tt, Juz. 1 hlm. 40-41