Rabu, 02 September 2015

pembahasan ISIS

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
ISIS sebelumnya adalah bagian dari Al-Qaidah. Dibawah kepemimpinan Abu Bakar al-Baghdadi ISIS sempat menyatakan diri bergabung dengan Front Al Nusra, kelompok yang menyatakan diri sebagai satu-satunya afiliasi Al-Qaidah di Suriah. Namun karena metode ISIS/ISIL dianggap bertentangan dengan Al-Qaidah lantaran telah berbelok dari misi perjuangan nasional dengan menciptakan perang sektarian di Irak dan Suriah, ISIS dianggap tidak lagi sejalan dengan Al-Qaidah. Sebagai balasannya, Front Al-Nusra lalu melancarkan serangan perlawanan terhadap ISIS/ISIL guna merebut kembali kontrol atas Abu Kamal, wilayah timur Suriah yang berbatasan dengan Irak. Namun karena kebrutalan dan ambisi dari ISIS yang tidak segan melakukan penyiksaan bahkan pembunuhan terhadap para penentangnya, ISIS bisa menguasai sebagian besar wilayah Irak. Bahkan dibawah kepemimpinan Abu Bakar Al-Baghdadi ISIS mendeklarasikan Negara Islam di sepanjang Irak dan Suriah dan juga menyatakan Al-Baghdadi akan menjadi pemimpin bagi umat muslim di seluruh dunia.[1]
Pada 15 Mei 2010 diangkatlah pemimpin baru yaitu Abu Bakar Al-Baghdadi untuk menggantikan Abu Umar Al Baghdadi yang telah meninggal. Seiring dengan Revolusi di Jazirah Arab yang dikenal dengan Musim Semi Arab dalam menumbangkan para diktator seperti yang terjadi di Tunisia, Libya dan Mesir, maka terjadi pula revolusi di Suriah, hanya saja demonstrasi rakyat di Suriah disambut dengan kekerasan dari Tentara Presiden Bashar Assad. Akibatnya Rakyat Suriah melakukan perlawaan dalam kelompok-kelompok bersenjata. Kelompok-kelompok ini dibantu oleh para pejuang dari luar negeri termasuk dari Negara Islam Irak. Dan ketika kelompok-kelompok pejuang rakyat Suriah ini akhirnya mampu membebaskan beberapa kota termasuk wilayah perbatasan dengan Irak maka menyatulah beberapa kota di Irak dan di Suriah dalam kontrol Negara Islam Irak.[2]
Dengan demikian, melihat kondisi seperti ini kekhawatiran terjadi di kalangan masyarakat dunia akan pergerakan yang dilakukan ISIS ini terhadap syariat Islam yang keliru bahkan sesat. Sehingga bayak para ulama yang menyatakan bahwa ISIS ini bukan gerakan jihad yang sah yang sesuai dengan syari’at Islam yng sesungguhnya.

B.   Rumusan Masalah
Dari beberapa hal yang telah diungkapkan dalam  latar belakang di atas didapatkan suatu rumusan masalah:
1.    Apakah ISIS itu?
2.    Bagaimana ideologi dan kepercayaannya?
3.    Bagaimana sejarah ISIS lahir?
4.    Apa tujuan pergerakan ISIS?
5.    Bagaimana pandangan ulama jihad terhadap ISIS?
6.    Bagaimana pendapat Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia terhadap gerakan jihad ISIS?
7.    Bagaimana pula pandangan filsafat ilmu terhadap ISIS?

C.  Tujuan
Tujuan dari penulisan ini adalah:
1.    Untuk mengetahui apakah ISIS itu?
2.    Untuk mengetahui bagaimana ideologi dan kepercayaannya?
3.    Untuk mengetahui bagaimana sejarah ISIS lahir?
4.    Untuk mengetahui apa tujuan pergerakan ISIS?
5.    Untuk mengetahui agaimana pandangan ulama jihad terhadap ISIS?
6.    Untuk mengetahui bagaimana pendapat Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia terhadap gerakan jihad ISIS? serta
7.    Untuk mengetahui bagaimana pula pandangan filsafat ilmu terhadap ISIS?
BAB II
PEMBAHASAN
Aliran ISIS (The Islamic State of Iraq and Syiria)

A.  Pengertian ISIS (The Islamic State of Iraq and Syiria)
Negara Islam Irak dan Syam (disebut juga ISIS, singkatan dari nama Bahasa Inggris-nya the Islamic State of Iraq and Syria, dalam Bahasa Arab: الدولة الاسلامية في العراق والشام al-Dawlah al-Islāmīyah fī al-ʻIrāq wa-al-Shām) juga dikenal sebagai Negara Islam[3] (bahasa Inggris: Islamic State (IS) bahasa Arab: الدولة الإسلامية ad-Dawlah al-ʾIslāmiyyah), dan Negara Islam Irak dan Levant (bahasa Inggris: Islamic State of Iraq and the Levant (ISIL)) adalah sebuah negara dan kelompok militan jihad yang tidak diakui di Irak danSuriah. Kelompok ini dalam bentuk aslinya terdiri dari dan didukung oleh berbagai kelompok pemberontak Sunni, termasuk organisasi-organisasi pendahulunya seperti Dewan Syura Mujahidin dan Al-Qaeda di Irak (AQI), termasuk kelompok pemberontak Jaysh al-Fatiheen, Jund al-Sahaba, Katbiyan Ansar Al-Tawhid wal Sunnah dan Jeish al-Taiifa al-Mansoura, dan sejumlah suku Irak yang mengaku Sunni.[4]
ISIS dikenal karena memiliki interpretasi atau tafsir yang keras pada Islam dan kekerasan brutalseperti bom bunuh diri, dan menjarah bank.[5] Target serangan ISIS diarahkan terutama terhadap Muslim Syiah dan Kristen.[6] Pemberontak di Irak dan Suriah ini telah menewaskan ribuan orang. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebutkan lebih dari 2.400 warga Irak yang mayoritas warga sipil tewas sepanjang Juni 2014. Jumlah korban tewas ini merupakan yang terburuk dari aksi kekerasan di Irak dalam beberapa tahun terakhir. Aksi Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) ini telah menyebabkan tak kurang dari 30.000 warga kota kecil di timur Suriah harus mengungsi.[7]
Tokoh Sentral di Balik Militan ISIS adalah Abu Bakar al-Baghdadi. Di bawah kepemimpinannya, ISIS menyatakan diri untuk bergabung dengan Front Al Nusra, kelompok yang menyatakan diri sebagai satu-satunya afiliasi Al-Qaidah di Suriah. ISIS memiliki hubungan dekat dengan Al-Qaeda hingga tahun 2014. Namun karena misi berbelok dari misi perjuangan nasional dengan menciptakan perang sektarian di Irak dan Suriah dan penggunaan aksi-aksi kekerasan, Al-Qaidah lalu tidak mengakui kelompok ini sebagai bagian darinya lagi. Abu Bakar al-Baghdadi bahkan bersumpah untuk memimpin penaklukan Roma, yaitu ibukota agama Nasrani-Katolik, tepatnya Kota Vatikan yang terletak di tengah kota Roma, Italia. Pemimpin militan ISIS Abu Bakar al-Baghdadi ini juga menyerukan umat Islam untuk tunduk kepadanya.[8]

B.   Ideologi dan Kepercayaan
ISIS adalah kelompok ekstremis yang mengikuti ideologi garis keras Al-Qaidah dan menyimpang dari prinsip-prinsip jihad.[9] Seperti al-Qaeda dan banyak kelompok jihad modern lainnya, ISIS muncul dari ideologi Ikhwanul Muslimin, kelompok Islam pertama di dunia pada tahun 1920-an di Mesir. ISIS mengikuti ekstrim anti-Barat yang menurutnya sebagai penafsiran Islam, mempromosikan kekerasan agama dan menganggap mereka yang tidak setuju dengan tafsirannya sebagai kafir dan murtad. Secara bersamaan, ISIS (sekarang IS) bertujuan untuk mendirikan negara Islam Salafi yang berorientasi di Irak, Suriah dan bagian lain dari Syam.[10]
Ideologi ISIS berasal dari cabang Islam modern yang bertujuan untuk kembali ke masa-masa awal Islam, menolak "inovasi" dalam agama yang mereka percaya telah "korup" dari semangat aslinya. Mereka mengutuk kekhalifahan terakhir dan kekaisaran Utsmaniyah (Ottoman Empire; sekarang Republik Turki) karena menyimpang dari apa yang mereka sebut sebagai Islam murni dan karenanya telah berusaha untuk membangun kekhalifahan sendiri. Namun, ada beberapa komentator Sunni, Zaid Hamid, misalnya, dan bahkan Salafi dan mufti jihad seperti Adnan al-Aroor dan Abu Basir al-Tartusi, yang mengatakan bahwa ISIS dan kelompok teroris yang terkait tidak mempresentasikan Sunni sama sekali, tapi menuduh Khawarij bid’ah yang melayani agenda kekaisaran anti-Islam.[11]
Salafi seperti ISIS percaya bahwa hanya otoritas yang sah dapat melakukan kepemimpinan jihad, dan bahwa prioritas pertama atas pertempuran di daerah lain, seperti berperang melawan negara-negara non-Muslim, adalah sebagai pemurnian masyarakat Islam. Misalnya, ketika memandang konflik Israel-Palestina, karena ISIS menganggap kelompok Sunni Palestina Hamas sebagai murtad yang tidak memiliki kewenangan yang sah untuk memimpin jihad, mereka anggap melawan Hamas sebagai langkah pertama sebelum menuju konfrontasi dengan Israel.[12]

C.  Sejarah ISIS
ISIS sebelumnya adalah bagian dari Al-Qaidah. Dibawah kepemimpinan Abu Bakar al-Baghdadi ISIS sempat menyatakan diri bergabung dengan Front Al Nusra, kelompok yang menyatakan diri sebagai satu-satunya afiliasi Al-Qaidah di Suriah. Namun karena metode ISIS/ISIL dianggap bertentangan dengan Al-Qaidah lantaran telah berbelok dari misi perjuangan nasional dengan menciptakan perang sektarian di Irak dan Suriah, ISIS dianggap tidak lagi sejalan dengan Al-Qaidah. Sebagai balasannya, Front Al-Nusra lalu melancarkan serangan perlawanan terhadap ISIS/ISIL guna merebut kembali kontrol atas Abu Kamal, wilayah timur Suriah yang berbatasan dengan Irak. Namun karena kebrutalan dan ambisi dari ISIS yang tidak segan melakukan penyiksaan bahkan pembunuhan terhadap para penentangnya, ISIS bisa menguasai sebagian besar wilayah Irak. Bahkan dibawah kepemimpinan Abu Bakar Al-Baghdadi ISIS mendeklarasikan Negara Islam di sepanjang Irak dan Suriah dan juga menyatakan Al-Baghdadi akan menjadi pemimpin bagi umat muslim di seluruh dunia.[13]
Pada 15 Mei 2010 diangkatlah pemimpin baru yaitu Abu Bakar Al-Baghdadi untuk menggantikan Abu Umar Al Baghdadi yang telah meninggal. Seiring dengan Revolusi di Jazirah Arab yang dikenal dengan Musim Semi Arab dalam menumbangkan para diktator seperti yang terjadi di Tunisia, Libya dan Mesir, maka terjadi pula revolusi di Suriah, hanya saja demonstrasi rakyat di Suriah disambut dengan kekerasan dari Tentara Presiden Bashar Assad. Akibatnya Rakyat Suriah melakukan perlawaan dalam kelompok-kelompok bersenjata. Kelompok-kelompok ini dibantu oleh para pejuang dari luar negeri termasuk dari Negara Islam Irak. Dan ketika kelompok-kelompok pejuang rakyat Suriah ini akhirnya mampu membebaskan beberapa kota termasuk wilayah perbatasan dengan Irak maka menyatulah beberapa kota di Irak dan di Suriah dalam kontrol Negara Islam Irak.[14]
ISIS dianggap lebih berbahaya ketimbang Al-Qaidah karena mempunyai ribuan personel pasukan perang, yang siap mendeklarasikan perang terhadap mereka yang dianggap bertentangan atau menentang berdirinya negara Islam. Mereka menjadi kekuatan politik baru yang siap melancarkan serangan yang jauh lebih brutal daripada Al-Qaidah. Gerakan revolusi yang mulanya mempunyai misi mulia untuk menggulingkan rezim otoriter ini berubah menjadi tragedi. ISIS menjadi sebuah kekuatan baru yang siap melancarkan perlawanan sengit terhadap rezim yang berkuasa yang dianggap tidak mampu mengemban misi terbentuknya negara Islam. Ironisnya, mereka mengabsahkan kekerasan untuk menindas kaum minoritas dan menyerang rezim yang tidak sejalan dengan paradigma negara Islam. ISIS menjadi kekuatan politik riil dengan ideologi yang jelas dan wilayah yang diduduki dengan cara-cara kekerasan.[15]

D.  Tujuan ISIS
Dari awal sampai pada pembentukan negara Islam murni telah menjadi salah satu tujuan utama dari ISIS. Menurut wartawan Sarah Birke, salah satu "perbedaan yang signifikan" antara Front Al-Nusra dan ISIS adalah bahwa ISIS "cenderung lebih fokus pada membangun pemerintahan sendiri di wilayah yang ditaklukkan". Sementara kedua kelompok berbagi ambisi untuk membangun sebuah negara Islam, ISIS dengan "jauh lebih kejam ... melakukan serangan sektarian dan memaksakan hukum syariah secara segera". ISIS akhirnya mencapai tujuannya pada tanggal 29 Juni 2014, ketika itu dihapus "Irak dan Levant" dari namanya, dengan mulai menyebut dirinya sebagai Negara Islam, dan menyatakan wilayah okupasi di Irak dan Suriah sebagai kekhalifahan baru.[16]
Pada tanggal 4 Juli 2014, Persatuan Ulama Muslim Se-Dunia (IUMS), yang dipimpin oleh Syaikh Yusuf Qaradhawi, mengeluarkan pernyataan bahwa deklarasi khilafah yang dilakukan ISIS untuk wilayah di Irak dan Suriah tidak sah secara syariah Islam.[17]
Pada pertengahan 2014, kelompok ini merilis sebuah video berjudul "The End of Sykes-Picot" berbahasa Inggris kebangsaan Chili bernama Abu Safiya. Video ini mengumumkan niatan kelompok ini untuk menghilangkan semua perbatasan modern antara negara-negara Islam Timur Tengah, khususnya mengacu pada perbatasan yang ditetapkan oleh Perjanjian Sykes-Picot selama Perang Dunia I.[18]

E.  Pandangan Beberapa Ulama Jihad Terhadap ISIS
Kewajiban jihad tetap akan berlangsung hingga hari akhir, dan pada hari ini jihad merupakan fardhu ‘ain (kewajiban setiap muslim) menurut kemampuan masing-masing.
Namun demikian, jihad memiliki kaidah-kaidah, pedoman-pedoman, serta aturan-aturan. Hukumnya pun bisa berbeda-beda. Begitu pula dengan lawan, yang dalam jihad juga harus teridentifikasikan secara jelas. Perang dapat diarahkan kepada pihak-pihak yang menurut syari’at diperbolehkan untuk dilancarkan, bukan asal disebut musuh. Yang jelas, tidak setiap perlawanan yang dimobilisasi atau terorganisir bisa disebut jihad.
Sebagaimana amalan-amalan lain dalam Islam, jihad juga merupakan amalan syar’i, dan merupakan salah satu ibadah paling afdhal (utama). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya : “Amal perbuatan apakah yang paling afdhal?”. Beliau menjawab :”Iman kepada Allah dan RasulNya.” (Dalam riwayat Muslim, tanpa “RasulNya”). Ditanyakan lagi kepada Beliau : “Kemudian apa?”. Beliau bersabda :”Jihad di jalan Allah”. Beliau ditanya lagi : “Kemudian apa?”. Beliau bersabda : ”Haji yang mabrur”. (Muttafaq ‘Alaih).
Jika demikian halnya, maka jihad memiliki ketentuan-ketentuan yang rujukannya adalah syari’at Allah, bukan hawa nafsu, dan bukan pemaksaan kehendak dari kelompok tertentu manapun.
Jihad bukan persoalan sederhana yang hanya membutuhkan keberanian dan tidak takut mati. Jihad adalah ibadah yang memiliki konsekuensi hukum amat luas dan beresiko tinggi, bahkan bisa fatal.
Jika sasarannya orang-orang kafir saja, status mereka juga harus jelas, apakah mereka termasuk orang-orang yang boleh diperangi ataukah tidak. Sebab, pada sekelompok orang-orang kafir tersebut ada kafir harbi, kafir dzimmi atau kafir mu’ahad. Begitu juga di kalangan mereka ada wanita, anak-anak dan orang-orang lanjut usia.
Untuk menetapkan, apakah orang kafir tersebut harbi atau tidak, dan apakah peperangan kepada mereka dibenarkan atau tidak, khususnya pada zaman sekarang ini, tentu persoalannya memerlukan kajian serius dan tidak bisa digeneralisir. Apalagi jika persoalannya adalah sasaran jihad itu ditujukan kepada sekelompok kaum muslimin.
Maka dalam hal ini umat Islam pada umumnya dan mujahidin pada khususnya sangat memerlukan bimbingan para ulama yang shalih dan terkenal kelurusannya, bukan tokoh-tokoh yang berhaluan Khawarij, Murji’ah atau Mu’tazilah, atau orang-orang majhul yang belum dikenal keilmuannya dan belum diketahui kelurusan akidah dan manhajnya.
Dan hari ini dalam kancah jihad Syam, kaum muslimin dibuat bingung oleh perselisihan yang terjadi di kalangan mujahidin, khususnya perselisihan antara jamaah Daulah Islam Iraq dan Syam (ISIS) dengan jamaah-jamaah mujahidin lainnya. Padahal mereka masih memiliki para ulama yang tsiqah (terpercaya), yang bersih aqidahnya, lurus manhajnya, dan nyata amalnya serta ilmunya menjadi rujukan bagi kaum muslim di berbagai belahan dunia.
1.    Syaikh Ayman Az-Zhawahiri
Daulah Iislam Iraq dan Syam dihapus dan Al-Baghdadi kembali ke Iraq. Tanzhim-tanzhim jihad di bumi Syam adalah saudara-saudara kami yg mana kami tidak rela mereka digelari “murtad, kafir dan keluar dari islam”. Dan kalian mengetahui bahwa kami telah mengajak, dan akan terus mengajak semua faksi jihad untuk mengupayakan tegaknya pemerintahan Islam di Syam bumi ribath, dan memilih orang yang pada dirinya terpenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh syariat sebagai penguasa mereka, dan pilihan mereka adalah pilihan kami, dan kita tidak menghendaki ada seseorang yg memaksakan dirinya (jadi penguasa) bagi mereka karena kita sedang berusaha mengembalikan khilafah rasyidah”. 
2.    Syaikh Abu Muhammad Al-Maqdisi
“Aku katakan celaan pada Daulah (ISIS), jika kita tidak bisa berjihad dan berinteraksi dengan faksi-faksi jihad lain yang sama-sama menjunjung panji tauhid, yang karena panji ini kita berjuang, dan jika kita berselisih dengan faksi-faksi tersebut dalam banyak persoalan yang rinci, maka bagaimana mungkin kita bisa melakukannya secara luas terhadap orang-orang suriah, dimana di antara mereka ada yang nashrani, dan yang lain lagi dari berbagai agama dan keyakinan??? Terlebih lagi konflik yang terjadi antara kelompok-kelompok jihad dan peledakan yang ditargetkan pada markas mujahidin, maka fatwa tentang bolehnya berperang sesama kaum muslimin adalah sebuah kebodohan dan pembodohan, tidak akan keluar dari seorang ‘alim yang meliliki keluasan fiqh dan agama yang kuat. Perkara dalam urusan darah membutuhkan taqwa pada Allah ‘azza wa jalla”. 
3.    Syaikh Abu Qatadah Al-Fillisthin
Aku nasehatkan kepada saudara Abu Bakar Al-Baghdadi, jika dia memang orang yang mau mendengar nasehat, jika dia meyakini bahwa perkara jihad dan kepemimpinan patokannya adalah kemashlahatan umat, hendaknya dia mentaati Hakimul Ummah Dr. Ayman Az-Zhawahiri, untuk mengumumkan penarikan imarahnya dari Syam dan mencukupkan wilayah Iraq, kemudian menggabungkan seluruh mujahidin Daulah (ISIS) ke Jabhah Nushrah. Karena jika dia mengerjakan hal tersebut, niscaya akan terwujud maslahat yang sangat banyak bagi umat dan akan lenyap keburukan yg banyak dari umat. Karena maksud kalian adalah menegakkan dien, bukan membela tanzhim. Jika dia tidak mengerjakannya, aku nasehatkan para komandan dibawah kepemimpinannya, agar bersegera bergabung dengan Jabhah Nushrah demi kemashlahatan yang sangat banyak, yang tidak cukup tempat buat kami sebutkan di sini. Dan ini menurutku adalah kewajiban syar’i bagi mereka”.[19]

F.   Pendapat Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia
Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) beserta lembaga-lembaga yang bergabung dengannya berkewajiban untuk menyampaikan pandangan dan sikap sebagai nasihat bagi umat Islam Indonesia dan seluruh komponen masyarakat yang membutuhkannya sebagai berikut:
1.    Bahwa kekhilafahan ditegakkan untuk melaksanakan hukum syari’at secara kaffah, lurus dan benar dalam keadaan damai tanpa ada intimidasi; melindungi agama, jiwa, akal, harta, dan  kelangsungan regenerasi umat; mewujudkan persaudaraan Islam yang hakiki, dan membangun peradaban dengan cahaya Islam.
2.    Bahwa Imamah bukan merupakan pokok agama dalam pandangan ahlu sunnah wal jamaah melainkan sebagai furu’ (cabang) agama, maka tidak boleh dijadikan alat untuk mengkafirkan bagi yang tidak setuju.
3.    Bahwa pelaksanaan pengangkatan seorang pemimpin menjadi Khalifah kaum muslimin (pembai’atan) harus melalui prosedur Musyawarah Ahlul Halli wal ‘Aqdi yang merepresentasikan para Ulama Islam sedunia, sebagaimana ditegaskan Khalifah Umar bin Khathab Radhiyallahu ‘anhu dalam shahih Bukhori bahwa beliau berkata: “Siapa yang membaiat seseorang tanpa musyawarah kaum muslimin, dia jangan diikuti, demikian pula yang membaiatnya, agar tidak terjerumus untuk dibunuh keduanya.”
4.    Bahwa pengangkatan pemimpin ISIS menjadi Khalifah tidak melalui prosedur musyawarah yang benar, yaitu ketidakjelasan identitas para Ahli Syura yang mengangkatnya maupun identitas pemimpin yang diangkatnya sebagai Khalifah dan Imam tertinggi Daulah Islamiyah itu sendiri. Dengan demikian pembai’atan itu itu sendiri tidak benar secara syar’i.
5.    Bahwa telah terjadi penolakan dan pengingkaran tentang keabsahan Khilafah Daulah Islamiyah bentukan ISIS yang dinyatakan oleh para Ulama dunia, baik yang berdomisili di wilayah Iraq dan Syam itu sendiri maupun di berbagai negeri muslim yang lain. seperti yang dinyatakan oleh Ittihad ‘Aalamy li ‘ulama al Muslimin (Persatuan ulama dunia Islam) yang dipimpin oleh Syekh Dr Yusuf Qardhawi, Rabithah ulama Muslimin Ikatan Ulama Islam sedunia, Syekh Abdullah bin Muhammad bin Sulaiman Al Muhaisini, Ketua Rabithah Ulama Syam Syekh Usamah Rifa’i dan Syekh Abdul Muhsin bin Al ‘Abbad.
6.    Menyerukan kepada seluruh kaum muslimin untuk tidak latah ikut-ikutan tanpa dasar ilmu yang jelas dan bisa dipertanggungjawabkan, serta harus tetap waspada dan tidak terprovokasi dengan isu-isu yang dikembangkan pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab yang hendak memecah belah dan memancing situasi konflik dan disintegrasi internal umat Islam di negara Indonesia. Serta berprasangka baik dan bersikap adil terhadap saudara-saudara muslim yang sedang memperjuangkan harga diri dan kehormatan Islam di Irak, Syam dan seluruh dunia, sebagaimana yang diperintahkan Allah SWT dalam Al Maidah ayat 8: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”(QS: Al-Maidah Ayat: 8)
7.    Menyerukan kepada ormas-ormas Islam agar bersama-sama berperan aktif meningkatkan kerjasama dan koordinasi dalam membangun situasi yang kondusif, tenang, damai, penuh kekeluargaan serta persahabatan di tengah umat dan bangsa.
8.    Menghimbau Pemerintah Indonesia agar tetap bersikap bijak, adil dan transparan dalam menangani kemungkinan terjadinya ekses negatif dari deklarasi Kekhalifah ISIS tersebut sehingga adanya kesalahfahaman di sebagian kalangan kaum muslimin di Indonesia tidak memicu potensi konflik yang lebih besar lagi.
9.    Menyerukan kepada seluruh masyarakat, khususnya lembaga-lembaga sosial dan kemanusiaan untuk tetap konsisten membantu rakyat korban bencana kemanusiaan di Suriah dan Palestina.
10.     Mendoakan semua pihak yang terlanjur terlibat dengan tanpa dasar ilmu, semoga Allah SWT memberi taufiq dan hidayahnya kepada kita semua agar dapat kembali ke jalan yang benar yang diridhainya dan mengampuni segala khilaf dan kelemahan kita semua. Amin.[20]

G. Pandangan Filsafat Ilmu tentang ISIS
Permasalahan ini dapat kita analisis berdasarkan paham filsafat  Utilitarianisme dan paham Pragmatisme.
1.    Utilitarianisme adalah paham yang berpendapat bahwa sesuatu yang ‘baik’ adalah sesuatu yang berguna, bermanfaat dan menguntungkan. Jika tidak berguna, tidak bermanfaat dan tidak menguntungkan, maka sesuatu itu ‘tidaklah baik’. Jika kita analisa  Mengapa ‘Barat’ terlihat sangat ikut campur terhadap masalah milisi ISIS, kita bisa dengan mudah menemukan alasan bahwa pihak ‘Barat’ melihat bahwa gerakan ISIS adalah sebuah gerakan yang sama sekali tidak menguntungkan mereka, tidak berguna bagi mereka, dan bahkan bisa jadi mereka menilai bahwa gerakan tersebut akan sangat berbahaya bagi mereka dimasa depan, jika tidak dibasmi sejak dari sekarang.
2.    Pragmatisme adalah paham yang berpendapat bahwa kemampuan manusia tidaklah mutlak, tidak bisa didoktrin, atau dengan kata lain, kemampuan manusia itu bersifat relatif, tergantung pada kemampuan manusia itu sendiri. Inilah alasan yang tepat jika kita ingin menganalisa masalah keterlibatan ‘Barat’ dalam masalah ISIS. Mengapa bukan pemerintah Irak dan Suriah saja yang membereskannya? Mengapa bukan pemerintah negara-negara tetangganya saja yang bertindak? Bisa jadi, alasannya adalah –berkaitan dengan paham pragmatisme, pemerintah negara-negara tersebut tidak sanggup mengatasi masalah tersebut seorang diri.[21]

Kita bisa melihat bahwa Koalisi ‘Barat’ yang sedang menggempur militan ISIS menggunakan paham Rasionalisme dalam bertindak. Mengapa mereka tidak menghancurkan seluruh wilayah target operasi sehingga pekerjaan mereka lebih cepat selesai? Karena mereka berpikir bahwa segala sesuatu harus dilakukan dengan rasio atau akal, serta masuk akan atau tidaknya sesuatu, sepaham dengan aliran Rasionalisme.



BAB III
KESIMPULAN

ISIS merupakan kelompok ekstremis yang mengikuti ideologi garis keras Al-Qaidah dan menyimpang dari prinsip-prinsip jihad. Seperti al-Qaeda dan banyak kelompok jihad modern lainnya, ISIS muncul dari ideologi Ikhwanul Muslimin, kelompok Islam pertama di dunia pada tahun 1920-an di Mesir. ISIS mengikuti ekstrim anti-Barat yang menurutnya sebagai penafsiran Islam, mempromosikan kekerasan agama dan menganggap mereka yang tidak setuju dengan tafsirannya sebagai kafir dan murtad. Secara bersamaan, ISIS (sekarang IS) bertujuan untuk mendirikan negara Islam Salafi yang berorientasi di Irak, Suriah dan bagian lain dari Syam.
Dari pergerakan yang dilakukan oleh ISIS ini para ulama kontemporer ini menyatakan bahwa gerakan jihad ini tidak terkategorika jihad yang sah sesuai ketentuan syari’at Islam. Dan yang lebih miris lagi yaitu pembantaian yang mereka lakukan akhir-akhir ini mengatasnamakan Islam dan jihad di jalan Allah.















DAFTAR PUSTAKA

Ø scrnfipunm.wordpress.com
Ø id.wikipedia.org/pengertian-isis/ diakses pada tanggal 06 Mei 2014
Ø dakwatuna.com




[2] Ibid
[3] id.wikipedia.org/pengertian-isis/ diakses pada tanggal 06 Mei 2014
[4] Ibid.
[6] Ibid.
[7] Ibid.
[8] Op.Cit. id.wikipedia.org/pengertian-isis
[9] Ibid.
[10] Ibid.
[11] Ibid.
[14] Ibid
[15] Ibid
[16] Op.Cit. id.wikipedia.org/pengertian-isis
[17] Op.Cit. id.wikipedia.org/pengertian-isis
[18] Ibid.
[20] dakwatuna.com
[21] scrnfipunm.wordpress.com

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda